Kamis, 03 April 2014

FUNGSI AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

FUNGSI AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Tugas Qur’an Hadist Di Susun Oleh ; Acmad Syafei’i Mukhammad ‘Alwi Wahyu Antono FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR 2012-2013 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih (didalam dunia) lagi Maha Penyayang (didalam akhirat). Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya dari Allah SWT, Tuhan pemilik alam semesta ini yang mempunyai hak untuk di ibadahi dan jangan sampai kita menyekutukan_Nya dengan sesuatu apapun. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW yang membawa risalah yang benar dari Allah SWT dan menuntun kita dari kegelapan hingga terang benderang sampai saat ini. Semoga kita selalu mengikuti sunah-sunah Beliau agar tidak tersesat. Aamiin. Alhamdulillah atas izin Allah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul FUNGSI AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI. Dalam kesempatan ini, kami ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Orangtua yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materi. 2. Pak Oking Setia Priyatna, S.Ag., M.Pd selaku dosen mata kuliah Qur’an Hadits. 3. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam kelas IV.b yang menemani di kala suka maupun duka. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Kita sebagai manusia hanya dapat berusaha sebaik mungkin. Begitu pula dengan penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih amat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari pihak manapun akan saya terima dengan lapang dada demi penyempurnaan di waktu yang akan datang. Bogor, Maret 2013 Penyusun DAFTAR ISI i KATA PENGANTAR ii BAB 1 PENDAHULUAN 1 1. Latar belakang 1 2. Rumusan masalah 2 3. Tujuan 2 BAB 2 PEMBAHASAN 3 A. Dari sisi perbandingan dengan kitab lain 3 B. Penulisan Al-Qur’an 3 a) Sejarah Penulisannya 3 b) Penulisan dan Pengajaran Pada Masa Rasulullah 4 C. Bahasa Al-Qur’an 6 D. Susunan Al-Qur’an 6 E. Keindahan Bahasa Al-Qur’an 7 F. Penjagaan Al-Qur’an 7 G. Al-Qur’an Sebagai Mu’jizat 8 H. Fungsi Al-Qur’an Dalam Kehidupan Sehari-Hari 8 BAB 3 PENUTUP 10 a) Kesimpulan 10 b) Saran 10   BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah kita ketahui dan kita yakini kebenarannya bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dengan cara mutawatir (berangsur-angsur) dan bernilai ibadah bagi yang membacanya. Jika kita tengok sejarah terjadi perbedaan pendapat mengenai kapan turunya al-Qu’an. Sebagian ulama’ mengatakan al-Qur’an turun dari lauhu al-mahfudh ke langit bumi pada tanggal 18 Romadhon, sebagian ulama’ yang lain mengatakan tanggal 24 Romadhon. Akan tetapi ketika diturunkan pada Rosulullah pertama kali tepat jatuh pada tanggal 17 Romadlon / 6 agustus 610 M yang berupa surat al- ‘Alaq 1-5 : اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5) Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah(3). Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam(4). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. ( al-‘alaq 1-5 ) Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan kebutuhan manusia juga kebutuhan zaman. Dari situlah al-qur’an turun secara bertahap sesuai dengan masalah serta tantangan dikala itu juga atas kebesaran Allah SWT al-Qur’an datang untuk menjawab seluruh masalah pada zaman mendatang. Dalam kitab “ فيض الخبير “ dijelaskan pembagian ayat sesuai tinjauan tertentu seperti : 1. Ditinjau dari tempatnya, ada dua : a. Ayat makiyyah (مكي ) : yaitu ayat-ayat yang turun sebelum Rosulullah hijroh ke madinah walaupun secara persis tidak turun di makkah semisal di Tan’im, atau di Arofah. b. Ayat Madaniyyah (المدني ) : yaitu ayat-ayat yang turun setelah Rosulullah Hijrah ke madinah meskipun turunya secara pasti di madinah. 2. Ditinjau dari keberadaan Rosul a. Ayat Safari ( السفري ) : yaitu ayat yang turun ketika Rosul dalam keadaan bepergian. Seperti : - Ayat tayammum yang turun saat Rosul berada di daerah “dzati jaisin” - Surat al-fath turun di “kuroil ghomim” - Ayat واتقوا يوما ترجعون turun saat Rosul berada di Mina. b. Ayat Hadlory (الحضري ) : yaitu ayat-ayat yang turun ketika Rosul tidak dalam keadaan bepergian. Pada dasarnya hampir semua ayat itu turun ketika Rosul tidak dalam keadaan bepergian. 3. Ditinjau dari waktu siang dan malamnya terbagi menjadi dua : a. Ayat Laili (الليلي ) : yaitu ayat-ayat yang turun di waktu malam hari seperti: - Ayat perubahan arah kiblat turun pada saat sholat subuh - Ayat قد نرى تقلب وجهك في السماءyang turun pada waktu subuh. b. Ayat Nahari(النهاري ) : yaitu ayat-ayat yang turun di waktu siang hari. 4. Ditinjau dari musimnya, terbagi menjadi dua : a. Ayat Shoifi : yaitu ayat-ayat yang turun pada musim panas. Seperti : - Ayat kalalah surat an-nisa’ ayat : 12 b. Ayat Syita-i : : yaitu ayat-ayat yang turun pada musim dingin. Seperti : - Ayat إن الذين جاؤوا بالإفك Al-Qur’an yang sudah sekian lamanya keberadaannya di tengah-tengah kita. Ternyata sudah terujidan bisa kita rasakan betapa agungnya al-Qur’an tersebut. Hal itu bisa kita rasakan melalui tela’ah sepotong demi sepotong ayat yang ada daam al-Qur’an. Maka dari itu disinilah penulis menuangkan ide untuk membuat makalah yang berkaitan dengan keberadaan al-Qur’an yang terus menerus bisa kita rasakan dan akan selamnya kita rasakan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar belakang dan uraian di atas bisa kami tarik garis tengan tentang rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini : 1. Seberapa besarkah fungsi dan keberadaan al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan kita, baik di masa yang silam, masa sekarang ini atau masa yang akan datang ? C. Tujuan Dengan adanya rumusan masalah di atas maka penulisan makalah ini mempunyai dua tujuan, yaitu tuuan secara umum dan tujuan secara khusus : 1. Tujuan secara Umum Tujuan secara Umum adalah tujuan yang nantinya kembali pada semua obyek yang ada. Diantara tujuan Umumnya adalah agara semua pembaca, teman-teman, atau pun semua pihak yang terjun dalam pembuatan makalah ini bisa memetik hikmah yang terkandung dalam bahasan fungsi dan keberadaan al-Qur’an di kalangan kita di sepanjang zaman. 2. Tujuan Secara Khusus Tujuan secara khusus adalah untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah bahasa Indonesia BAB II PEMBAHASAN KEBERADAN DAN FUNGSI AL-QUR’AN DI SEPANJANG ZAMAN Dilihat dari sisi kehebatan dan keistimewaan al-qur’an dari berbagai aspeknya tentu tidak ada habisnya jika kita membahasnya. Akan tetapi dalam kesempatan ini kami mencoba mengutip satu pembahasan yang ternukil dalam suatu buku yang berjudul “Al-Qur’an dan rahasia angka-angka” yang dikarang oleh Dr.Abu Zahro’ an Najdi dan buku “The History Of The Qur’anic Teks” karangan Prof.Dr.M.M Al-‘Azami yang akan kami jabarkan dan kami ringkas sesuai dengan pembahasannya dan sesuai dengan kapasitas pemahaman kami. A. Dari sisi Perbandingan Dengan Kitab Lain Jika dibandingkan dengan kitab-kitab yang terdahulu – Taurat, Zabur, Injil- maka Al-Qur’anlah yang paling bisa dikatakan lebih otentik karena beberapa hal : a. Ditulis saat Rasulullah masih hidup, dengan dibarengi adanya larangan penulisan masalah lainnya yaitu hadits, karena di saat itu hadits Rosul benar-benar dilarang untuk ditulis karena dikhawatirkan adanya percampuran dengan al-qur’an. Sehingga kemungkinan adanya pencampuran adalah sangat kecil. Sementara yang lain seperti Perjanjian Lama yang merupakan himpunan kitab/fasal, ditulis selama lebih dari dua abad setelah musnahnya teks asli pada zaman. Nebukadnezar, yang ditulis kembali berdasarkan ingatan semata oleh seorang pendeta Yahudi yang bernama Ezra dan dilanjutkan oleh pendeta – pendeta Yahudi atas perintah raja Persia , Cyrus pada tahun 538 sebelum Masehi. b. Al-Qur’an masih memakai bahasa asli sejak wahyu diturunkan yaitu bahasa Arab, bukan terjemahan ataupun bahasa buatan. Bagaimanapun terjemah telah mengurangi keotentikan suatu teks. Bibel sampai ke tangan umatnya dengan Bahasa Latin Romawi. Bahasa Ash Taurat adalah Ibrani, sedang bahasa Asli Injil adalah Aramaik. Keduanya disajikan bersama dalam paket Bibel berbahasa Latin yang disimpan dan disajikan untuk masing-masing negara melalui bahasanya sendiri-sendiri, dengan wewenang penuh untuk mengubah dan mengganti sesuai keinginan c. Al-Qur’an banyak dihafal oleh umat Islam dari zaman Rasulullah sampai saat ini. Sedangkan Bibel, boleh dibilang tidak ada. Jangankan dihapal, di Indonesia sendiri Bibel umat Katolik baru boleh dibaca oleh umatnya pada tahun 1980 d. Materi Al-Qur’an tidak bertentangan dengan akal, dan relevan sepanjang masa. Sementara Bibel mengandung banyak hal-hal yang tidak masuk akal dan mengandung pornografi. B. Penulisan Al-Qur’an a) Sejarah Penulisannya Keaslian al-Qur’an di kalangan Muslim adalah suatu kepastian yang sudah lazim baik susunan ataupun materinya. Selain karena penjagaan Allah, hal ini tidak lepas dari usaha Rasulullah dan para penerusnya hingga saat ini dalam menjaga keaslian al-Qur’an; huruf per-huruf, ayat per-ayat, hingga surat dan susunannya. Dengan begitu umat Muslim terhindar dari peringatan Allah swt. Untuk tidak merubah al-Qur’an sebagaimana yang pernah dilakukan oleh umat sebelumnya . seperti yang dilukiskan Allah SWT dalam firmanya Surat Al-Baqoroh ayat 75 أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75) Artinya : Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?] (QS. Al-Baqarah: 75). Allah Swt telah menjanjikan suatu penjagaan bagi kitab terakhir yang pernah diturunkan kepada umat manusia ini. Hal ini sesuai dengan firmanNya surat al-Hijr ayat : 9 إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9) Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dansesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr : 9). Dan sekaligus menjadi bukti bahwa Muhammad adalah nabi akhir zaman, sebab ajarannya tetap terpelihara dan tak satupun umatnya berani merubah walaupun satu huruf. Janji Allah tersebut setidaknya terbukti dengan upaya-upaya penjagaan oleh kaum Muslim yang telah berlangsung selama lebih dari 14 Abad. Upaya tersebut dapat disimpulkan dalam dua cara : 1. Penulisan Mushhaf seperti yang sampai kepada kita 2. Upaya penghafalan oleh para Qurra’ (pengkaji al-Qur’an) yang tersebar dipenjuru dunia Islam. Dua macam upaya ini sudah berjalan sejak zaman Rasulullah saat wahyu diturunkan. b) Penulisan dan Pengajaranya Pada Masa Rasulullah Rasulullah sangat berdisiplin dan hati-hati dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya, dimana ayat- ayat yang baru turun harus dihapal oleh para sahabat saat itu juga, mereka tidak diizinkan pergi sebelum hafal seluruhnya, setelah itu mereka sampaikan kepada mereka yang tidak hadir, Ayat yang sudah mereka hafal tersebut kemudian mereka lakukan tadarusan (membaca dan mengkajinya) bersama disalah satu rumah di pojok kota Makkah, demi menghindari ancaman orang-orang Quraisy. Pada saat Rasulullah berada di Madinah, 2/3 al-Qur’an sudah diturunkan.Hal ini membuat Rasulullah harus bekerja keras mengajarkan al-Qur’an kepada kaum Anshor yang baru masuk Islam. Begitu besarnya tuntutan tersebut hingga Rasulullah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabat. Maka tidak heran jika ada satu kelompok yang kita kenal sebagai ahlu as-suffah yaitu para sahabat yang menetap/tinggal di masjid untuk belajar al-Qur’an, dan dari antara merekalah muncul nama-nama seperti Ibnu Abbas (Muhajirin), Ubay bin Ka’ab (Anshor),Abu huroiroh dan lain sebagainya yang kelak merekalah yang paling berperan dalam melakukan kodifikasi[1] wahyu. Lain dari pada itu cara pengajaran yang dilakukan oleh Rasulullah sangatlah berdisiplin dimana al-Qur’an diajarkan persepuluh ayat sampai para sahabat hafal dan paham maknanya bahkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, untuk kemudian baru pindah pada sepuluh ayat berikutnya. Pada zaman Nabi upaya penulisan sudah mulai dilakukan walaupun dengan media yang sangat sederhana di antaranya batu tulis, tulang-tulang, pelepah pohon. Dalam suatu Riwayat yang dari Imam Al-Bukhorimenerangkan sebagaimana berikut: Ubaidullah mengatakan kepada kami dari Musa dari Israil dari Abi Ishaq dari al-Barraa’, rnengatakan: Ketika turun (ayat yang artinya {Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri dari para mu’min dengan mereka yang berjihad di jalan Allah } Nabi Saw. Berkata : panggilkan untukku Zaid dengan membawa batu tulis dan tinta serta tulang, atau tulang dan tinta, kemudian berkata: tulislah {Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri.(HR.Bukhori). Riwayat lain menyebutkan media lain berupa pelepah pohon.Dengan media seperti di atas maka logis sekali jika diriwayatkan bahwa lembaran-lembaran al-Qur’an tersebut memenuhi satu ruang (gudang) ditempat Hafsah, istri Nabi Muhammad Saw yang ke-empat. Upaya penulisan yang mereka lakukan bahkan terbilang ketat, sebab penulisan selain wahyu oleh para sahabat tidak diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan begitu wahyu Allah tidak tercampur oleh perkataan dan perilaku Nabi yang kemudian disebut Hadits. Penulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah pada masa itu ada empat orang dari kaum Anshor yaitu : a) Mu’adz bin Jabal b) Ubay bin Ka’ab c) Zaid bin Tsaabit dan d) Abu Zaid dalam riwayat lain menyebutkan : a) Abu ad-Darda’ b) Mu’adz bin Jabal c) Zaid bin Tsabit dan d) Abu Zaid Selain mereka juga ada beberapa sahabat Yang menulis untuk diri mereka sendiri. Penulisan yang dilakukan oleh Aisyah bahkan sudah berbentuk mushhaf (berbentuk seperti buku) sebagaimana tersebut dalam riwayat Imam Muslim dalam kitabnya. Sangat tidak masuk akal jika ada yang menyatakan bahwa tulisan al-Qur’an telah hilang karena yang tertulis di atas tulang telah pudar dan yang ditulis di atas daun telah dimakan oleh binatang. Selain adanya upaya penulisan, maka upaya penjagaan melalui hafalan adalah kegiatan yang umum dilakukan oleh para sahabat, di mana para sahabat saat itu akan merasa malu jika tidak hafal al-Qur’an. Sebegitu merebaknya tradisi hafalan tersebut hingga ada riwayat yang mengatakan bahwa dari sekian jumlah penduduk muslim Madinah saat itu hanya 4-6 orang saja yang tidak hafal. Dalam suatu riwayat lain dikatakan : Dari ‘Fathimah ra, “Nabi Saw membisikkan kepadaku: ‘Jibril telah mengajariku al-Qur’an setiap tahunnya, dan dia mengajariku tahun ini dua kali, dan aku tidak melihat itu kecuali ajalku telah dekat” (HR. Bukhari) . Riwayat di atas menerangkan bahwa al-Qur’an selalu diajarkan oleh Jibril kepada Nabi, sebagai pembawa wahyu, yaitu pada bulan Ramadlan pada setiap tahunnya hingga masa berakhirnya penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. Pada tahun yang terakhir, menjelang wafatnya, Jibril datang dua kali untuk mengajariNya al-Qur’an. C. Bahasa Al –Qur’an Allah Swt. Telah menyatakan dalam al-Qur’an bahwa bahasa yang dipergunakan dalam pewahyuan adalah bahasa Arab (bilisanin ‘arabiyyin mubiin) dengan bahasa Arab yang jelas. Hal itu digambarkan dala al-Qur’an surat asy-Syu’aro’ ayat 195 بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195) Lebih spesifik lagi riwayat Imam Bukhari tentang kodifikasi wahyu masa Utsman menyebutkan bahwa al-Qur’an ditulis dengan bahasa Arab Quraisy yang merupakan bahasa utama dikalangan suku-suku di Jazirah Arab. Tampilnya bahasa Quraisy, sebagai bahasa utama tidak terlepas dari keberadaan suku tersebut yang lebih dominan dalam kancah perdagangan dan posisi strategisnya yang ditempati Ka’bah, dimana ka’bah menjadi pusat kegiatan ritual kepercayaan mereka menjelang datangnya Islam. Rasulullah dilahirkan di kalangan Suku Quraisy bahkan dari klan terpandang yaitu Bani Hasyim dan tentunya bahasa keseharian beliau adalah bahasa Arab Quraisy. Walaupun pada dasarnya beliau mengusai dialek-dialek lain karena dibesarkan di Bani Saad yang oleh masyarakat Arab dikenal sebagai suku Paling fasih dalam berbahasa. Jika kemudian ketika beliau mendapatkan wahyu dari Allah Swt. Dalam bahasa Arab, adalah suatu hal yang sangat wajar melihat latar belakang bahasa beliau. Justru tidak logis kalau al-Qur’an menggunakan bahasa lain yang tidak dipahami masyarakat Arab. Kenyataan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab hendaknya dijadikan acuan para pengkaji Al-Qur’an sehingga kesalah pahaman dapat sedikit mungkin dihindari. Mengindahkan kenyataan di atas sama saja dengan mengesampingkan dan menutup-nutupi fakta. D. Susunan al-Qur’an Hadits suatu Nabi menyatakan “Al-Qur’an hanya bisa dipahami secara mendalam setelah memandang berbagai seginya” (al-Hadits).Seperti yang dikutip oleh Muhammad Arkoun dalam kajian ulumul Qur’an-nya. Jika ada yang mengeluh kesusahan memilah ayat untuk mencari membahas satu tema, saat ini sudah banyak sarana mencarinya. Tapi melihat al-Qur’an dengan cara memilah-milah saja akan menghilangkan banyak makna. Coba anda bayangkan jika seseorang hanya mengambil ayat jihad saja. Atau sebaliknya ayat-ayat kasih sayang saja. Jika kita kembali pada konsep tauhid dan konsep kemasyarakatan yang tertulis dalam ketiga kitab, begitu pula yang disampaikan oleh al-qur’an yaitu dua konsep : 1. Konsep tauhid 2. Konsep kemasyarakatan konsep kemasyarakatan mempunyai dua kategori yaitu a. Kasih Sayang Kasih sayang yang dalam al-Quran digambarkan dengan mengasihi fakir miskin, yatim piatu, orang tertindas, musafir dll. b. Keadilan yang dalam Al-Qur’an digambarkan dengan ‘Qisas’, nyawa dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, gigi dengan gigi, luka ringan dengan luka ringan (mohon tidak dicampur dengan pandangan praktisnya). Kategori kedua ini menggambarkan rasa keadilan yang paling mendasar, Kesalahan berat diganjar berat, ringan diganjar ringan. Bukan berat diganjar ringan karena seorang tokoh, dan ringan diganjar berat karena rakyat jelata. E. Keindahan Bahasa AI-Qur’an Masyarakat Arab pada masa turunnya wahyu adalah masyarakat yang sangat mengagungkan bahasa. Syair-syair yang muncul dikalangan mereka selalu membawa pengaruh egara dan politik pada masa itu. Kemunculan Rasulullah Saw dengan ajaran yang baru dan sangat bertentangan dengan paham yang ada tentulah mengundang penentangan yang hebat, bahkan mengancam nyawa beliau. Sebagaimana Nabi-nabi lain yang telah terdahulu, setiap nabi dibekali dengan mukjizat yang dapat menaklukkan penentangan kaumnya sehingga mereka mempercayai risalah yang dibawanya. Jika Nabi Musa yang berhadapan dengan Fir’aun dan bala tentaranya – yang terkenal dengan kehebatan magic – dibekali dengan mukjizat yang dapat menandingi sihir, maka Rasulullah Muhammad Saw. Yang berhadapan dengan masyarakat yang sangat mengagumi keindahan bahasa dibekali oleh dengan Mukjizat al-Qur’an yang disampaikan dengan keindahan bahasa yang dapat menandingi kemampuan masyarakat Arab saat itu. Keindahan gaya bahasa al-Qur’an terbukti telah menunjukkan keampuhan perannya sebagai mukjizat bagi keberhasilan dakwah Rasulullah Saw. Banyak sekali riwayat yang menyatakan bagaimana sebagian masyarakat Arab pada awal dakwah Islam dengan serta merta mengakui kenabian Muhammad Saw hanya setelah mendengar ayat-ayat Qur’an. Dalam sejarah kita mengenal salah seorang kholifah hebat yang terkenal dengan perkasa dan keadilanya. Beliau dalah Umar bin Khattab. Akan tetapi beliau pun masuk Islam setelah mendengar ayat yang dibaca oleh Rasulullah Saw. Sahabat Umar bukanlah seorang yang bodoh. Beliau adalah seorang yang sangat berani dan kritis dengan kemampuan berbahasa yang tinggi. Masih banyak lagi keislaman masyarakat Arab karena kekaguman mereka terhadap gaya bahasa al-Qur’an. F. Penjagaan AI-Qur’an Di atas sudah kami singgung sedikit bagaimana Allah SWT menjaga AlQur’an dari masa ke masa. Yang sampai pada saat ini al-Qur’an terbukti masih asli dan tidak ada perubahan, pengurangan atau penabahan. Pada Zaman Rosul Al-Qur’an dijaga dengan cara ditulis dan di hafal para Sahabat.Setelah berakhir Pada zaman Khulafaur Rosyidin Al-Qur’an juga dijaga dengan cara di salin dan mulai adanya penggandaan. Menyusul kemudian pemerintahan Bani Umayyah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai pemimpin pertama dari dinasti ini. Dan seperti pendahulunya Mu’awiyah telah memberikan sentuhan yang sangat berarti dengan menggalakkan pemberian tanda baca pada mushaf. Ini dilakukan ketika salah satu Gubernurnya di Basrah yaitu Ziyad bin Samiyah menyaksikan kekeliruan sebagian orang dalam membaca surat at-Taubah ayat 3, yang dapat melahirkan makna yang salah. Pada masa ini mainstream pengajaran al-Qur’an oleh para sahabat dan tabiin masih menggunakan motode at-talaqqy wal ‘ardli yang mengacu kepada periwayatan dan talqin (pengajaran dengan cara instruksi dan dikte) karena tradisi tulisan belum membudaya. Selain empat khalifah sahabat-sahabat lain yang mempelopori pengajaran Qur’an dengan metode di atas adalah : Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ ari serta Abdullah bin Zubair. Sedangkan yang dari tabiin mereka adalah : Mujahid, Atho’, `Ikrimah, Qotadah, Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, clan Zaid bin Aslam. Merekalah yang –dianggap- telah meletakkan dasar-dasar dari ilmu-ilmu al-Qur’an seperti : Ilmu Tafsir, ilmu Asbab an-Nuzul, ilmu Nasikh mansukh, Ilmu Gharib al-Qur’an dan lain sebagainya. Pada masa-masa selanjutnya ketika perkembangan keilmuan dalam peradaban Islam mulai berkembang, pelayanan dan interaksi dengan Qur’an oleh para sarjana Muslim telah menghasilkan berbagai ilmu, baik yang ditujukan untuk penjagaan Qur’an seperti: Ilmu Tajwid (untuk menjaga kesalahan dalam membaca), Ilmu Qiroat (membahas variasi bacaan seperti yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw.), Ilmu Rasm (membahas tata cara penulisan huruf), Ilmu Dlobth (membahas tata cara pemberian tanda baca), Ulum al-Qur’an (yang mencakup seluruh kajian tentang al-Qur’an seperti sebab-sebab turunnya wahyu dll.); ataupun yang merupakan hasil dari interaksi mereka dengan al-Qur’an seperti Ilmu Tafsir, ilmu Balaghah(retorika), Fan al-Qoshos al-Qur’aniyah (seni pengkisahan dalam Qur’an); termasuk juga Nahwu (gramatika Arab –yang merujuk kepada al-Qur’an-), atau yang bersifat seni seperti seni baca al-Qur’an dengan dilantunkan juga Kaligrafi. G. Al-Qur’an sebagai Mu’jiyat Menurut bahasa kata “mu’jizah” berasal dari kata “’ajz” (lemah), kebalikan dari kata “qudrah” (kuasa). Pada dasarnya Mu’jiz itu adalah Allah SWT., yang menyebabkan selain-Nya lemah. Pemberi kekuasaan kepada selain-Nya juga adalah Zat Allah SWT., karena Ia sebagai Penguasa mereka. Sebagai bentuk mubalaghah (penegasan) kebenaran berita, mengenai betapa lemahnya orang-orang yang didatangi Rasul untuk menentang mu’jiz tersebut, maka huruf “ta” marbuthah ditambahkan kepada kata “mu’’jiz” sehingga menjadi “mu’jizah “. Bentuk mubalaghah ini juga terjadi, misalnya pada kata, “’allamah”, “nassabah”, dan “rawiyah”. Menurut para Mutakallimln (teolog), mukjizat ialah muncul¬nya sesuatu hal yang berbeda dengan adat kebiasaan yang terjadi di dunia (dar al-taklif) untuk menunjukkan kebenaran kenabian (nubuwwah) para Nabi. Al-Thusi mendefinisikan mukjizat dengan terjadinya sesuatu yang tidak biasa terjadi, atau terjadinya sesuatu yang menggugur¬kan sesuatu yang biasa terjadi yang disertai dengan perombakan terhadap adat kehiasaan, dan hal itu sesuai dengan tuntutan, AI-Quran ialah mukjizat abadi Nabi Muhammad saw., yang dengannya seluruh manusia dan jin ditantang untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran tersebut, sebuah atau sepuluh surat yang sama dengan surat yang ada di dalamnya. Para ahli balaghah dan para ahli bahasa Arab di antara mereka ternyata tidak mampu membuat sebuah surat pun yang serupa dengan surat yang ada di dalam Al-Quran sehingga akhirnya mereka menggunakan kekuatan dengan berupaya memerangi Rasulullah, menawarkan jabatan dan harta kepada beliau, bukan membuat sehuah surat yang serupa dengan AI-Quran. Allah SWT. H. FUNGSI ALQUR’AN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Pernyataan yang dipakai dalam Al-qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir ialah : 1. Nazara, yaitu melihat secara abstrak, dalam berfikir dan merenung, dapat dilihat pada ayat berikut. Artinya: “ Maka tidaklah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan?” (Q.S. Al Gasiyiyah [88]: 17-20 2. Tadabbara, yaitu merenungkan sesuatu yang tersurat dan tersirat, terdapat dalam Al-qur’an, diantaranya: Artinya: “ Maka tidaklah mereka menghayati Al-qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (Q.S. Muhammad [47]: 24) 3. Tafakkara, yaitu berfikir secara mendalam, dalam firman Allah swt surat Al Jasiyah ayat 13: Artinya:” Dan Dia menundukan apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.” (Q.S. Al Jasiyah [45]: 13)   BAB III PENUTUP Alhamdulillahi robb al-‘alamin akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan sempurna, penulis banyak mengucapkan terima kasih atas dukungan dari semua pihak yang telah memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi kita semua umumnya . a) Kesimpulan Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dengan cara mutawatir (berangsur-angsur) dan bernilai ibadah bagi yang membacanya. Dilihat dari sisi kehebatan dan keistimewaan al-qur’an dari berbagai aspeknya tentu tidak ada habisnya jika kita membahasnya. Akan tetapi dalam kesempatan ini kami mencoba mengutip satu pembahasan yang ternukil dalam suatu buku yang berjudul “Al-Qur’an dan rahasia angka-angka” yang dikarang oleh Dr.Abu Zahro’ an Najdi dan buku “The History Of The Qur’anic Teks” karangan Prof.Dr.M.M Al-‘Azami b) Saran Demikianlah makalah ini kami persembahkan dan hanya sebatas inilah kemampuan penulis dalam menyusun makalah. Semoga para pembaca terutama dosen pengampuh mata kuliah ilmu Bahasa Indonesia Perguruan tinggi STAI BU Tambakberas Jombang dapat mengambil sedikit banyak manfa’at dari makalah ini. Saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak terutama teman-teman seperjuangan di perguruan tinggi STAI BU Tambakberas Jombang serta dari dosen-dosen yang sangat kami harapkan. Dan semoga makalah ini memberi guna dan manfaat. Amin.   DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-karim Al-Qur’an dan terjemahnya Khudlori, Muhammad. Tarikh at-Tasyri’ al-Islami. Al-Azami, Prof.Dr.M.M. Sejarah Teks Al-Qur’an. An-Najdi, Dr. Abu Zahra’ . Al-Qur’an dan rahsia angka-angka. 1990. Pustaka Hidayah. Bandung. faidlul khobir. Sayyid Alwi bin Sayyid AbbasAl-Maki Muhammad Syafa’at Robani. Al-Maky wa al-Maday. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. D. Marsan. Leonardo, Aditama M. Surya, Zulkarnain Y, Alam G. Surya. Karya Utama . Surabaya Islam Dihujat. Handono. Hj Irena.

KEDUDUKAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN PAI

KEDUDUKAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN PAI Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Media PAI Disusun oleh : • Siti Soleha • Nurhayati • Mukhamad Alwi • Sahrudin Dosen : Siti Zulaikha, S.Ag., M.Pd. Fakultas Agama Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor 2012-2013 Jln. K.H. Sholeh Iskandar Km. 2 Kedung Badak Bogor www.uika-bogor.ac.ic Telp./Fax. 0251-35688 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih (didalam dunia) lagi Maha Penyayang (didalam akhirat). Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya dari Allah SWT, Tuhan pemilik alam semesta ini yang mempunyai hak untuk di ibadahi dan jangan sampai kita menyekutukan_Nya dengan sesuatu apapun. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW yang membawa risalah yang benar dari Allah SWT dan menuntun kita dari kegelapan hingga terang benderang sampai saat ini. Semoga kita selalu mengikuti sunah-sunah Beliau agar tidak tersesat. Aamiin. Alhamdulillah atas izin Allah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Kedudukan Media dalam Pembelajaran PAI. Dalam kesempatan ini, kami ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Orangtua yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materi. 2. Siti Zulaikha, S.Ag., M.Pd selaku dosen mata kuliah Pengembangan Media PAI. 3. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam kelas IV.b yang menemani di kala suka maupun duka. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Kita sebagai manusia hanya dapat berusaha sebaik mungkin. Begitu pula dengan penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih amat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari pihak manapun akan saya terima dengan lapang dada demi penyempurnaan di waktu yang akan datang. Bogor, Maret 2013 Penyusun DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 3 1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan Perumusan Masalah 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kedudukan MediaPembelajaran 2.2 Manfaat Media bagi Guru dan Siswa 2.3 Manfaat Media bagi Proses Pembelajaran BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses belajar mengajar, kehadiran alat / media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut, ketidak-jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Dikatakan bahwa, “Media pengajaran digunakan dalam rangka upaya peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar mengajar”. Dikatakan juga bahwa, “Alat / Media merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan indera pendengaran dan penglihatan, bahkan adanya alat / media tersebut dapat mempercepat proses pembelajaran murid karena dapat membuat pemahaman murid lebih cepat pula”. Dikatakan juga bahwa, “Penggunaan media pengajaran dalam proses pengajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pengajaran”. Dikatakan juga bahwa, “Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran”. Dikatakan juga bahwa, “Media adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. Namun, meskipun begitu pentingnya alat / media bagi tercapainya tujuan pendidikan, masih banyak dijumpai lembaga-lembaga pendidikan yang kurang mementingkan suatu alat / media tersebut. Terbukti banyak ditemukan kasus guru yang tidak mempergunakan media sesuai dengan bahan yang diajarkan, contoh dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam, sehingga siswa mengalami banyak kesulitan dalam menyerap dan memahami pelajaran yang disampaikan, guru kesulitan menyampaikan bahan pelajaran, banyak siswa yang merasa bosan terhadap pelajaran tertentu. Hal ini dapat diidentifikasikan sebagai masalah kurangnya penggunaan media dalam pengajaran. Kurangnya penggunaan media ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya: minimnya pengetahuan tentang pentingnya media, sulitnya mendapatkan media yang diinginkan, keterbatasan dana, pribadi guru yang kurang berminat dan kemampuan dalam menggunakan media dan situasi yang kurang mendukung. Dan disini pemakalah akan membahas menegenai kedudukan atau manfaat media dalam pembelajaran PAI, baik bagi guru, murid, maupun dalam proses pembelajaran. Untuk itu makalah ini ditulis untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Banyak masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan media. Dugaan sementara dari masalah di atas adalah karena minimnya pengetahuan tentang pentingnya media. Dikatakan bahwa, “Proses dan hasil belajar para siswa menunjukkan perbedaan yang berarti antara pengajaran tanpa media dengan pengajaran menggunakan media”. Dikatakan juga bahwa, “Media sangat membantu dalam upaya mencapai keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. 1.2 Rumusan Masalah 1. Kedudukan Media Pembelajaran. 2. Manfaat media bagi guru. 3. Manfaat media bagi siswa. 1.3 Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah: 1. Mengetahui manfaat media bagi guru. 2. Mengetahui manfaat media bagi siswa. 3. Mengetahui manfaat media bagi proses pembelajaran. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kedudukan Media Pembelajaran Kedudukan media pembelajaran dapat dilihat dari dua hal: 1. Media pembelajran sebagai suatu system pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu system yang mempunyai komponen-komponen seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, sumber dan media, serta evaluasi. Dan keduduka media sama pentingnya denagn kompnen yang lain yang mendukung terbentuknya tujuan pembelajaran. Karena metode yang digunkan dalam proses pembeljaran biasanya akan menuntut media ap yang dapat di integrasikan dan di adaptasikan dengan kondisi yang dihadapi. Ada sepuluh komponen system pembelajaran yang di kemukakan oleh S. Gerlach dan P.Ely, antara lain : • Perumusan tujuan pembelajaran yang jelas. • Memilih atau menentukan bahan pelajaran yang kan diajarkan. • Mengidentifikasi kemampuan apa yang dimiliki para siswa sebelum melaksanakan kegiatan belajar yang direncanakan. • Menentukan strategi pengajaran yang akan ditempuh. Pengorganisasian siswa atau mengatur siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang akn ditempuh. • Menentukan waktu yang akan digunakan . • Menentukan ruangan yang dipakai. • Menentukakn sumber dan media yang akan di pakai. • Penilaian penampilan guru dan siswa. • Umpan balik. 2. Media pembelajran dalalm proses belajar mengajar. Untuk melihat dan mengetahui fungsi media dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari keistimewaan atau kemampuan dan hambatan apa saja yang ada dalam proses belajar mengajar. Ada tiga kemampuan atau keistimewaan media menurut S. Gerlach dan P.Ely, yaitu : • Kemampuan fiksatif. • Kemampuan manifulatif. • Dan kemampuan deskriptif Adapun hambatan dalam proses belajar mengajar adalah verbalisme, salah tafsir, perhatian anak tidak terpusat, tidak ada bekas tanggapan, dan keadaan lingkungan yang mengganggu. Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yag diharapkan siswa kuasai setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat di katakana bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang di tata dan diciptakan oleh guru. Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keiniginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Sedlain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data denagn menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Sejalan dengan uraian ini, Yunus (1942:78) dalam bukunya attarbiyatu watta’liim mengungkapkan sebagai berikut : انهاآء ظم تا ثير افي الحوا س واضمن للفهم .... فماراءكمن سمع Maksudnya : bahwasanya media pembelajaran paling besar Pengaruhnya bagi indra dan lebih dapat menjamin pemahaman ….. orang yangmendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lamanya bertahan apa yang di pahaminya dibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan mendengar. Media pembelajaran, menurut Kemp dan Dayton (1985:28), dapat ,memenuhi tiga funsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu : 1. Motivasi minat atau tindakan 2. Menyajikan informasi 3. Memberi instruksi Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat di realisaskan dengan tehnik drama atau huiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar untuk bertindak (turut memikul tanggung jawab, melayani secara suka rela, atau memerikan sumbangan material). Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan kelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang. Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau tehnik motivasi. Ketika mendengar atau menontonm bahan informasi, para siswa bersifat fasif. Partisipasi yang diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan atau ketidaksetujuan mereka secara mental, atau terbatas pada perasaan tidak/kurang senang, netral atau senang. Media berfungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktifitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif. Disamping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa. 2.2 Manfaat Media bagi Guru dan Siswa, yaitu: Dale (1969:180) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio visual dapat memeberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru-siswa tetep merupakan elemen paling penting dalam system pendidikan modern saat ini. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealisasi : 1. Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas 2. Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa 3. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan dan minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa 4. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa 5. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemapuan siswa. 6. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisifasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar. 7. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari. 8. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan. 9. Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yangmencerminkan pembelajaran non verbalistik dan membuat generalasasi yang tepat. 10. Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan system gagasan yang bermakna. 2.3 Manfaat Media dalam Proses Pembelajaran, yaitu: Sudjana dan Rivai (1992:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: 1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih difahami oleh siswa dan memunngkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. 3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalaui penuturan kata-kata oleh guru, sehinngga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. 4. Siswa dapat lebih banyak melakukan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dll. Encyclopedia of educational research dalam Hamalik (1994:15) merincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut : 1. Meletakan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. 2. Memperbesar perhatian siswa 3. Meletakan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. 4. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa. 5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan continue, terutama melalui gambar hidup. 6. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa. 7. Memberikan pengalaman yang tidak mudah di peroleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar. Dari uraian dan pendapat beberapa ahli di atas, dapatlah disimpulkan beberapa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran didalam proses belajar mengajar sebagai berikut : 1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar 2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motifasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkunnya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemammpuan dan minatnya. 3. Media pembeljaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu; a. Obyek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung diruang kelas dapat diganti dengan gambar, poto, slide, realiita, film, radio, atau model. b. Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak Nampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, fil, slide, atau gambar c. Kejadian langka yang terjadi dimasa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapt ditampilkan melalui rekaman video, film, poto, slide, disamping secra verbal. d. Obyek atau proses yang sanagt rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secra konkrot melalui film, gambar, slide, atau simulasi computer. e. Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti computer, film, dan video. f. Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses kepom[ong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan tehnik-tehnik rekaman seperti time-lapse untuk film, video, slide, atau simulasi computer. 4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkunganya. Misalnya melalui karya wisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang. Berdasarkan hasil beberapa penelitian anatara lain yang dilakukan oleh Munir yang dipublikasikan dalam jurnal Mimbar Pendidikan UPI No. 3 Thn 2003, didapatkan fakta bahwa penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran telah memberikan kesan lebih mendalam dan meningkatkan motivasi belajar bagi siswa. BAB III PENUTUP 1.1 Kesimpulan Keberhasilan Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran penting di sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah terlebih pada madrasah yang menjadikan islam sebagai cirri khasnya sangat dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang dilakukan guru. Selain penggunaan multi metode dalam proses pembelajaran, guru agama saat ini juga harus memanfaatkan berbagai media yang saat ini telah tersedia dalam berbagai bentuk dan jenisnya di pasaran, mulai dari yang jenis dan bentuknya sederhana sampai kepada multimedia (berbasiskan computer). Kreatifitas guru dalam proses pembelajaran di kelas yakni menggunakan multi metode, memanfaatkan dan memberdayakan media ditunjang dengan penciptaan suasanan religius di lingkungan sekolah dan keteladanan guru diharapkan mampu meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa. Kedudukan media pembelajaran dapat dilihat dari dua hal: 1. Media pembelajran sebagai suatu system pembelajaran 2. Media pembelajran dalalm proses belajar mengajar. DAFTRA PUSTAKA Nata Abuddin.2003. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia.Kencana: Jakarta. Sadirman Arief S. dkk.2007.Media Pendidikan.PT. Raja Grafido Persada:Jakarta. Arsyad Azhar.2005.Media Pembelajaran.PT. Raja Grafido Persada:Jakarta. Rohmat.2000.Pengantar Media Pembelajaran.

PEMBAHASAN Q.S . AL-HUJURAT AYAT 13 BESERTA TAFSIRANYA

PEMBAHASAN Q.S . AL-HUJURAT AYAT 13 BESERTA TAFSIRANYA Tugas Tafsir 2 Dosen Penguji ; Prof. Dr. Bahrudin Hasyim M.Ag PEMBAHASAN BAB 1 1. Q.S Al-Hujurat [49]: 13 أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialahorang yang paling takwa. Sesunggguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 2. Sabab Nuzûl Ibnu al-Mundzir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Mulaikah: KetikaFath Makkah, Bilal naik ke atas Ka‘bah dan mengumandangkan azan. Sebagian orang berkata, “Budak hitam inikah yang azan di atas punggung Ka‘bah?” Yang lain berkata, “Jika Allah membencinya, tentu akan menggantinya.” Lalu turunlah ayat ini. Abu Dawud dan al-Bayhaqi meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata: Rasulullah saw. menyuruh kaum Bani Bayadhah untuk mengawinkan salah seorang wanita mereka dengan Abu Hindun. Dia adalah tukang bekam Rasulullah saw. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, pantaskah kami mengawinkan putri-putri kami dengan maula kami?” Lalu turunlah ayat kami. Menurut Ibnu Abbas, ayat ini turun berkenaan dengan ucapan Tsabit bin Qays kepada seorang laki-laki yang tidak mau memberikan tempat duduk kepadanya di majelis bersama Nabi saw. Ia berkata, “Wahai anak Fulanah.” Ia mencela orang itu dengan menyebut ibunya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang berkata itu?” Ia menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Beliau bersabda, “Lihatlah wajah-wajah kaum itu.” Ia pun memperhatikannya. Beliau bertanya, “Apa yang kamu lihat?” “Saya melihat ada yang putih, merah, dan hitam.” Lalu beliau bersabda, “Janganlah kamu melebihkan seseorang kecuali dalam hal agama dan ketakwaannya.” Kemudian turunlah ayat ini. Kepada orang yang tidak memberi tempat duduk, turun firman Allah Swt. (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. (QS al-Mujadilah []: 11). Meskipun berbeda-beda, ketiga sabab nuzûl ini mengisyaratkan bahwa ayat ini turun sebagai larangan memuliakan atau melecehkan manusia berdasarkan keturunan, kesukuan, maupun kebangsaan. 3. Tafsir Ayat Allah Swt. berfirman: Yâ ayyuhâ an-nâs innâ khalaqnâkum min dzakar wa untsâ (Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan). Al-Jazairi menyatakan, seruan ini merupakan seruan terakhir dalam surat al-Hujurat. Dibandingkan dengan seruan-seruan sebelumnya yang ditujukan kepada orang-orang beriman, seruan ini lebih umum ditujukan kepada seluruh manusia (an-nâs). Pertama: Allah Swt. mengingatkan manusia tentang asal-usul mereka; bahwa mereka semua adalah ciptaan-Nya yang bermula dari seorang laki-laki dan seorang perempuan (min dzakar wa untsâ). Menurut para mufassir, dzakar wa untsâ ini maksudnya adalah Adam dan Hawa. Seluruh manusia berpangkal pada bapak dan ibu yang sama, karena itu kedudukan manusia dari segi nasabnya pun setara. Konsekuensinya, dalam hal nasab, mereka tidak boleh saling membanggakan diri dan merasa lebih mulia daripada yang lain. Menurut mufassir lain, kata dzakar wa untsâ juga bisa ditafsirkan seorang bapak dan seorang ibu atau sperma laki-laki dan ovum perempuan. Karena berasal dari jenis dan bahan dasar yang sama, berarti seluruh manusia memiliki kesamaan dari segi asal-usulnya. Fakhruddin ar-Razi memberikan paparan menarik. Menurutnya, segala sesuatu bisa diunggulkan dari yang lain karena dua factor: (1) faktor yang diperoleh sesudah kejadiannya seperti kebaikan, kekuatan, dan berbagai sifat lain yang dituntut oleh sesuatu itu; (2) faktor sebelum kejadiannya, baik asal-usul atau bahan dasarnya maupun pembuatnya; seperti ungkapan tentang bejana: “Ini terbuat dari perak, sementara itu terbuat dari tembaga”; “Ini buatan Fulan, sedangkan itu buatan Fulan.” Firman Allah Swt., Inna khalaqnâkum min dzakar wa untsâ, menegaskan bahwa tidak ada keunggulan seseorang atas lainnya disebabkan perkara sebelum kejadiannya. Dari segi bahan dasar (asal-usul), mereka semua berasal dari orangtua yang sama, yakni Adam dan Hawa. Dari segi pembuatnya, semua diciptakan oleh Zat yang sama, Allah Swt. Jadi, perbedaan di antara mereka bukan karena faktor sebelum kejadiannya, namun karena faktor-faktor lain yang mereka peroleh atau mereka hasilkan setelah kejadian mereka. Perkara paling mulia yang mereka hasilkan itu adalah ketakwaan dan kedekatan mereka kepada Allah Swt. Selanjutnya Allah Swt. berfirman: Waja‘alnâkum syu’ûb[an] wa qabâ`il[an] lita’ârafû (dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal). Kata syu‘ûb (jamak dari sya‘b) dan qabâ'il (jamak dari qabîlah) merupakan kelompok manusia yang berpangkal pada satu orangtua (keturunan). Sya‘b adalah tingkatan paling atas, seperti Rabi‘ah, Mudhar, al-Aws, dan al-Khajraj. Tingkatan di bawahnya adalah qabîlah, seperti Bakr dari Rabi‘ah, dan Tamim dari Mudhar. Ke bawahnya masih ada empat tingkatan, yakni: al-imârah, seperti Syayban dari Bakr, Daram dari Tamim, dan Quraysy; al-bathn, seperti Bani Luay dari Qurays, Bani Qushay dari Bani Makhzum; al-fakhidz, seperti Bani Hasyim dan Bani Umayyah dari Bani Luay; dan tingkatan terendah adalah al-fashîlah atau al-‘asyîrah, seperti Bani Abd al-Muthallib. Jumlah manusia akan terus berkembang hingga menjadi banyak suku dan bangsa yang berbeda-beda. Ini merupakan sunatullah. Manusia tidak bisa memilih agar dilahirkan di suku atau bangsa tertentu. Karenanya, manusia tidak pantas membanggakan dirinya atau melecehkan orang lain karena faktor suku atau bangsa. Ayat ini menegaskan, dijadikannya manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah untuk saling mengenal satu sama lain (lita’ârafû). Menurut al-Baghawi dan al-Khazin, ta‘âruf itu dimaksudkan agar setiap orang dapat mengenali dekat atau jauhnya nasabnya dengan pihak lain, bukan untuk saling mengingkari. Berdasarkan ayat ini, Abd ar-Rahman as-Sa’di menyatakan bahwa mengetahui nasab-nasab merupakan perkara yang dituntut syariat. Sebab, manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku memang untuk itu. Karena itu, seseorang tidak diperbolehkan menasabkan diri kepada selain orangtuanya. Dengan mengetahui nasab, berbagai hukum dapat diselesaikan, seperti hukum menyambung silaturahmi dengan orang yang memiliki hak atasnya, hukum pernikahan, pewarisan, dan sebagainya. Di samping itu, taaruf juga berguna untuk saling bantu. Dengan saling bantu antar individu, bangunan masyarakat yang baik dan bahagia dapat diwujudkan. Setelah menjelaskan kesetaraan manusia dari segi penciptaan, keturunan, kesukuan, dan kebangsaan, Allah Swt. menetapkan parameter lain untuk mengukur derajat kemulian manusia, yaitu ketakwaan. Kadar ketakwaan inilah yang menentukan kemulian dan kehinaan seseorang: Inna akramakum ‘inda Allâh atqâkum. Mengenai batasan takwa, menurut pendapat yang dikutip al-Khazin, ketakwaan adalah ketika seorang hamba menjauhi larangan-larangan; mengerjakan perintah-perintah dan berbagai keutamaan; tidak lengah dan tidak merasa aman. Jika khilaf dan melakukan perbuatan terlarang, ia tidak merasa aman dan tidak menyerah, namun ia segera mengikutinya dengan amal kebaikan, menampakkan tobat dan penyesalan. Ringkasnya, takwa adalah sikap menetapi apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang. Banyak ayat dan hadis yang juga menjelaskan bahwa kemuliaan manusia didasarkan pada ketakwaan semata. Rasulullah saw. pernah bersabda: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ ِلأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى. أَبَلَّغْتُ؟ Wahai manusia, ingatlah bahwa sesungguhnya Tuhan kalian satu, bapak kalian juga satu. Tidak ada kelebihan orang Arab atas orang non-Arab, orang non-Arab atas orang Arab; tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, orang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah, kecuali dengan ketakwaan. Apakah saya telah menyampaikan? (H.R Ahmad). Ayat ini diakhiri dengan firman-Nya: Inna Allâh ‘alîm[un] khabîr[un](Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal). Penyebutan dua sifat Allah Swt. di akhir ayat ini dapat mendorong manusia memenuhi seruan-Nya. Dengan menyadari bahwa Allah Swt. mengetahui segala sesuatu tentang hamba-Nya, lahir-batin, yang tampak maupun yang tersembunyi, akan memudahkan baginya melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya . PEMBAHASAN BAB 2 1. Rumusan masalah a) Beberapa suku yang besar, beberapa bangsa ; شُعُوْبًا ? b) Bersuku-suku ; قَبَا ئِلُ ? 2. Pembahasan A. Pengertian Etnis/Suku Dalam pengertiannya kata etnis memang sulit untuk didefinisikan karena hampir mirip dengan istilahetnik seperti di kutip dari smartpsikologi.blogspot.com disana di jelaskan bahwa istilah etniksendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok, namun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etnis itu sama artinya denganetnik, dan pengertiannya dalam KBBI sendiri sebagai berikut: “et•nik /étnik/ a Antr bertalian dng kelompok sosial dl sistem sosial atau kebudayaan yg mempunyai arti atau kedudukan tertentu krn keturunan, adat, agama, bahasa, dsb; etnis” Sementara itu pengertian dari etnik dari berbagai sumber ialah adalah:  Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan istilah etniik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Suku – suku yang tersebar di Indonesia merupakan warisan sejarah bangsa, persebaran suku bangsa dipengaruhi oleh factor geografis, perdagangan laut, dan kedatangan para penjajah di Indonesia. perbedaan suku bangsa satu dengan suku suku yang lain di suatu daerah dapat terlihat dari ciri-ciri berikut ini. B. Ciri-Ciri perbedaan antar suku a) Tipe fisik, seperti warna kulit, rambut, dan lain-lain. b) Bahasa yang dipergunakan, misalnya Bahasa Batak, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain-lain. c) Adat istiadat, misalnya pakaian adat, upacara perkawinan, dan upacara kematian. d) Kesenian daerah, misalnya Tari Janger, Tari Serimpi, Tari Cakalele, dan Tari Saudati. e) Kekerabatan, misalnya patrilineal(sistem keturunan menurut garis ayah) dan matrilineal(sistem keturunan menurut garis ibu). f) Batasan fisik lingkungan, misalnya Badui dalam dan Badui luar. C. Sikap Menghormati Keragaman Suku Bangsa Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa kita yang mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman. Walaupun kita terdiri atas berbagai suku yang beranekaragam budaya daerah, namun kita tetap satu bangsa Indonesia, memiliki bahasa dan tanah air yang sama, yaitu bahasa Indonesia dan tanah air Indonesia. Begitu juga bendera kebangsaan merah putih sebagai lambang identitas bangsa dan kita bersatu padu di bawah falsafah dan dasar negara Pancasila. Kita sebagai bangsa Indonesia harus bersatu padu agar manjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Untuk dapat bersatu kita harus memiliki pedoman yang dapat menyeragamkan pandangan kita dan tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, akan terjadi persamaan langkah dan tingkah laku bangsa Indonesia. Pedoman tersebut adalah Pancasila, kita harus dapat meningkatkan rasa persaudaraan dengan berbagai suku bangsa di Indonesia. Membiasakan bersahabat dan saling membantu dengan sesama warga yang ada di lingkungan kita, seperti gotong royong akan dapat memudahkan tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa. Bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan sehati dalam kekuatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah. Dalam mengembangkan sikap menghormati terhadap keragaman suku bangsa, dapat terlihat dari sifat dan sikap dalam kehidupan sehari-hari.diantaranya adalah sebagai berikut: a. kehidupan bermasyarakat tercipta kerukunan seperti halnya dalam sebuah keluarga. b. antara warga masyarakat terdapat semangat tolong menolong, kerjasama untuk menyelesaikan suatu masalah, dan kerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. c. dalam menyelesaikan urusan bersama selalu diusahakan dengan melalui musyawarah. d. terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sikap dan keadaan seperti tersebut di atas harus dijunjung tinggi serta dilestarikan. Untuk lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, kita dapat melaksanakan pertukaran kesenian daerah dari seluruh pelosok tanah air. Dengan adanya kegiatan pertukaran kesenian daerah tersebut dan memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia, antara lain: a) dapat saling pengertiaan antar suku bangsa. b) dapat lebih mudah mencapai persatuan dan kesatuan. c) dapat mengurangi prasangka antar suku. d) dapat menimbulkan rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa. D. Keanekaragaman Budaya suku bangsa di Indonesia Istilah budaya berasal dari kata Sansekerta, yaitu buddayah ataubuddhi yang berarti akal budi. Kebudayaan berarti segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi manusia. Ada tiga bentuk kebudayaan, yaitu kebudayaan dalam bentuk gagasan, kebiasaan, dan benda-benda budaya. a) Kebudayaan yang berupa gagasan, antara lain ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan peraturan. b) Kebudayaan yang berupa kebiasaan, antara lain cara mencari makan (mata pencarian), tata cara pergaulan, tata cara perkawinan, kesenian, dan bermacam-bermacam upacara tradisi. c) Kebudayaan yang berupa benda adalah semua benda yang diciptakan oleh manusia, seperti alat-alat keperluan sehari-hari, rumah, perhiasan, pusaka (senjata), kendaraan, dan lain-lain. Manusia menciptakan kebudayaan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya. Selain itu, kebudayaan juga diciptakan untuk mengolah alam agar bermanfaat untuk kehidupan manusia. Karena kondisi lingkungan alam berbeda-beda, maka terjadilah keanekaragaman kebudayaan. E. Faktor lingkungan geografis yang menyebabkan keanekaragaman suku bangsa • Negara kita berbentuk kepulauan. Penduduk yang tinggal di satu pulau terpisah dengan penduduk yang tinggal di pulau lain. Penduduk tiap pulau mengembangkan kebiasaan dan adat sendiri. Dalam waktu yang cukup lama akan berkembang menjadi kebudayaan yang berbeda. • Perbedaan bentuk muka bumi, seperti daerah pantai, dataran rendah, dan pegunungan. Penduduk beradaptasi dengan kondisi geografis alamnya. Adaptasi itu dapat terwujud dalam bentuk perubahan tingkah laku maupun perubahan ciri fisik. Penduduk yang tinggal di daerah pegunungan misalnya, akan berkomunikasi dengan suara yang keras supaya dapat didengar tetangganya. Penduduk yang tinggal di daerah pantai atau di daerah perairan akan mengembangkan keahlian menangkap ikan, dan sebagainya. Perubahan keadaan alam dan proses adaptasi inilah yang menyebabkan adanya keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. Besar kecilnya suku bangsa yang ada di Indonesia tidak merata. Suku bangsa yang jumlah anggotanya cukup besar, antara lain suku bangsa Jawa, Sunda, Madura, Melayu, Bugis, Makassar, Minangkabau, Bali, dan Batak. Biasanya suatu suku bangsa tinggal di wilayah tertentu dalam suatu provinsi di negara kita. Namun tidak selalu demikian. Orang Jawa, orang Batak, orang Bugis, dan orang Minang misalnya, banyak yang merantau ke wilayah lain. 3. Kesimpulan Ayat ini jelas tidak bisa dijadikan dalil mengenai absahnya nasionalisme menurut Islam. Jika nasionalisme membangkitkan sentimen dan fanatisme kebangsaan, ayat ini justru menentang segala hal yang mengunggulkan kelompok manusia atas dasar kebangsaan, kesukuan, dan keturunan. Jika nasionalisme menjadikan perbedaan bangsa sebagai alasan untuk memecah-belah manusia, ayat ini justru sebaliknya. Perbedaan bangsa itu harus digunakan untuk upaya saling mengenal: lita’ârafû. Rasulullah saw. pun menjadikan ayat ini sebagai dalil untuk mencabut paham Jahiliyah ini dari kaum muslim. Ketika Fath Makkah beliau berkhutbah, sebagaimana dituturkan Ibn Umar: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَتَعَاظُمَهَا بِآبَائِهَا فَالنَّاسُ رَجُلاَنِ بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللهِ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللهِ وَالنَّاسُ بَنُو آدَمَ وَخَلَقَ اللهُ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ. قَالَ اللهُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى.... Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah melenyapkan dari kalian kesombongan Jahiliyah dan saling berbangga karena nenek moyang. Manusia itu ada dua kelompok. Ada yang salih, bertakwa, dan mulia di hadapan Allah. Ada pula yang fasik, celaka, dan hina di hadapan Allah Swt. Manusia itu diciptakan Allah dari Adam dan Adam dari tanah. Allah Swt. berfirman: Yâ ayyuhâ an-nâs innâ khalaqnâkum min dzakar wa untsâ…. (HR at-Tirmidzi). Ayat ini juga tidak bisa ditarik untuk membenarkan pluralisme. Pluralisme adalah pendirian filosofis tertentu dalam menyikapi keanekaragaman kehidupan. Menurut paham pluralisme, keragaman keyakinan, nilai, gaya hidup, dan klaim kebenaran individu harus dipandang sebagai sesuatu yang setara (equal). Dalam pluralisme agama, misalnya, semua agama harus dipandang sama dan tidak ada yang lebih dari yang lain. Pandangan tersebut jelas bertentangan dengan ayat ini. Ayat ini tidak menyikapi semua keragaman dengan sikap yang sama. Terhadap keragaman fisik, jenis kelamin, nasab, suku, dan bangsa, manusia dipandang setara; tidak ada yang lebih tinggi atau mulia dari yang lain. Sebab, faktanya, semua keragaman tersebut terjadi dalam wilayah yang tidak dikuasai manusia. Terhadap perkara-perkara tersebut, Allah Swt. menggunakan kata khalaqnâ (Kami menciptakan) danja‘alnâ (Kami menjadikan), yang menunjukkan tiadanya andil manusia di dalamnya. Karena itu, sewajarnya manusia tidak dinilai karena aspek tersebut. Adapun terhadap keragaman manusia dalam kepercayaan, sikap, dan perilakunya, manusia tidak dipandang sederajat. Ada yang mulia dan ada yang hina, bergantung pada kadar ketakwaannya. Secara tegas ayat ini menyebut: Inna akramakum ‘inda Allâh atqâkum. Jika sebab kemuliaan manusia adalah ketaatannya kepada risalah Allah, dan pembangkangan menjadi sebab kehinaan, berarti yang haq hanyalah risalah Allah. Sebaliknya, semua keyakinan, nilai, gaya hidup, dan sistem kehidupan yang lain adalah batil; sesat dan menyesatkan. Jadi, jelas ayat ini menolak paham pluralisme yang menyejajarkan semua agama, pandangan hidup, dan sistem kehidupan. Nasionalisme dan pluralisme memang ide kufur yang tidak memiliki akar ideologis dalam Islam. Wajar jika ide itu hendak dilekatkan dengan Islam, pasti akan berbenturan dengan Islam itu sendiri. Adapun ayat-ayat yang sering digunakan untuk menjustifikasinya, setelah dikaji justru sebaliknya: menentangnya! Wallâh a‘lam bi ash-shawâb.

contoh OBSERVASI

OBSERVASI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Jiwa Belajar 2 Program S-I Jurusan Pendidikan Agama Islam Kelas IV-B Asep Hambali 11224211247 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR 2013 - 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur Kami ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada Kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad saw. yang telah membawa umatnya dari jaman kegelapan hingga jaman yang terang benderang seperti saat ini. Makalah ini berjudul “pengertian Persepsi dan Tanggapan Serta Perbedaannya”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits II Program S-I Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan Kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk itu Kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Chodijah Makarim, Dra. M.Si selaku dosen mata kuliah Psikologi Agama, dan kepada para dosen Fakultas Agama Islam yang telah rela memberikan pendidikan sehingga Kami mempunyai pengalaman yang lebih luas. 2. Rekan-rekan senasib seperjuangan yang telah memotivasi Kami agar menyelesaikan makalah ini. 3. Civitas Akademika yang telah membantu Kami dari awal masuk Universitas sampai sekarang. 4. Dan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu Kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga bantuan yang telah diberikan menjadi amal kebajikan dan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah swt.. Akhirnya Kami mengharapkan mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun umumnya bagi pembaca. Amin. Bogor, 12 Oktober 2012 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 latar belakang Masalah ....................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................2 1.3 Tujuan ................................................................................................................................2 BAB 2 PEMBAHASAN PERSEPSI DAN TANGGAPAN 2.1 pengertian persepsi ...........................................................................................................3 2.2 pengertian Tanggapan ......................................................................................................4 2.3 Hubungan antara tanggapan dan persepsi .....................................................................4 2.4 faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi ..................................................................5 2.4.1 Internal ............................................................................................................................5 2.4.2 Eksternal .........................................................................................................................6 BAB 3 PENUTUPAN 3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................7 DAFTAR PUSTAKA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Persepsi terbentuk dari proses pengindraan, proses pengindraan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat indra yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengaran, hidung sebagai alat pembau, lidah sebagai alat pengecap, dan kulit sebagai alat perabaan yang digunakan untuk menerima stimulusdari luar individu. Alat indra tersebut merupakan akat penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Stimulus yang di indra oleh individu di organisasikan dan di interpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti apa yang di indra dan ini adalah proses persepsi. Persepsi adalah suatu penelitian bagaimana manusia mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts( persepts adalah hasil dari proses perceptual) objek dan bagaimana manusia itu selanjutnya menggunakanpercepts itu untuk mengenali dunia. Dapat dikatan bahwa persepsi adalah hasil pengamatan manusia dengan dunia luarnya sehingga manusia dapat memberikan pemahaman atau pengertian terhadap hasil pengamatannya tersebut. Oleh karena itu, dalam pengindraan orang menghubungkan dengan stimulus sedangkan persepsi dihubungkan dengan objek. Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi. Beberapa faktor yang berperan dalam terbentuknya persepsi yaitu objek atau stimulus yang diterima, alat indra dan susunan syaraf pusat serta perhatian. Proses terjadinya persepsi adalah objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indra. Proses stimulusmengenai alat indra ini merupakan proses fisik atau kedalaman. Stimulus yang diterima oleh alat indra diteruskan oleh syaraf sensorik kr otak, hal ini disebut proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar, atau yang diraba. Proses psikologis. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. 1.2 Rumusan masalah Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan permasalahan sebagai berikut:  Apa yang dimaksud dengan persepsi, tanggapan?  Apa perbedaan antara persepsi dan tanggapan?  Apa hubungan antara persepsi dan tanggapan? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu;  Mengetahui Apa yang dimaksud dengan persepsi dan tanggapan.  Mengetahui perbedaan antara persepsi dan tanggapan.  Mengetahui hubungan antara persepsi dan tanggapan. BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Persepsi Persepsi adalah suatu penelitian bagaimana manusia mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts( persepts adalah hasil dari proses perceptual) objek dan bagaimana manusia itu selanjutnya menggunakanpercepts itu untuk mengenali dunia. Dapat dikatan bahwa persepsi adalah hasil pengamatan manusia dengan dunia luarnya sehingga manusia dapat memberikan pemahaman atau pengertian terhadap hasil pengamatannya tersebut. Oleh karena itu, dalam pengindraan orang menghubungkan dengan stimulus sedangkan persepsi dihubungkan dengan objek. Didalam psikologi, proses sensasi dan persepsi berbeda, sensasi adalah penerimaan stimulus melalui alat indra. Sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada didalam otak. Contohnya; potret sebuah pemandangan dengan lukisan pemandangan, mata menerima sedangkan pikiran mempresepsi Kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan. Memfokuskan dan sebagainya, disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan/ persepsi. - perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh;  Perhatian, biasanya kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitar kita sekaligus. Tetapi kita memfokuskan perhatian kita kepada satu objek saja.  Set; harapan seseorang tentang rangsangan yang akan timbul. Misalnya, seseorang pelari yang siap digaris start terdapat set bahwa akan terdengar bunyi pistol disaat ia harus mulai berlari; perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi.  Kebutuhan; kebutuhan- kebutuhan sesaat maupun yang menetapkan pada diri seseorang, mempengaruhi persepsi orang tersebut. Misalnya; A dan B berjalan di pusat pertokoan A yang kebetulan sedang laper, mempersepsikan komplex itu sebagai penuh dengan restoran- restoran yang berisi makanan lezat. Sedangkan B yang sedang ingin membeli sebuah arlozi, mengamati komplex itu sebagai deretan toko kelontong.  Sistem nilai; suatu experimen di america serikat ( brunner dan golman, 1947, carter dan schooter, 1949) menunjukan anak- anak yang berasal dari keluarga miskin mempersepsi mata uang logam lebih besar  Ciri kepribadian  Gangguan kejiwaan 2.2 Tanggapan Tanggapan adalah suatu bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Tanggapan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu;  Tanggapan masa lampau atau tanggapan ingatan  Tanggapan masa datang atau tanggapan mengantisipasikan  Tanggapan masa kini atau tanggapan representative ( mengimajinasikan) Berdasarkan indra yang dipergunakan untuk melakukan pengamatan, tanggapan dapat dibedakan menjadi;  Tanggapan visual- hasil pengamatan yang dilakukan dengan indra mata.  Tanggapan auditif- hasil pengamatan yang dilakukan dengan indra telinga.  Tanggapan olfaktorik- hasil pengamatan yang dilakukan dengan indra hidung.  Tanggapan gustatif- hasil pengamatan yang dilakukan dengan indra pengecap.  Tanggapan taktil- hasil pengamatan yang dilakukan dengan indra raba. Tanggapan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar, terutama dalam proses memperoleh pengertian. Proses tersebut melalui urutan sebagai berikut;  Pengamatan  Bayangan pengiring- bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna untuk beberapa saat, kemudian mengalihkan pandangan ke suatu latar belakang yang putih.  Bayangan iedetik- bayangan yang sangat jelas dan hidup, sehingga orang yang memiliki tanggapan seolah-olah mengamati kembali objek atau peristiwanya.  Tanggapan  Pengertian 2.3 perbedaan antara persepsi dengan tanggapan menurut para ahli, antara lain sebagai berikut : Menurut Brian Fellows yang dimaksud persepsi ialah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi. Kemudian Kenneth A. Sereno dan Edward M. Bodaken mengemukakan definisi persepsi sebagai sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita. Philip Goodacre dan Jennifer Follers menambahkan persepsi ialah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Thoha mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran unik tentang kenyataan, yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya. Selanjutnya Forgus mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif untuk menyerap informasi dari lingkungan. Dari beberapa pengertian persepsi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan rangkaian dari proses pemikiran yang terdiri dari tanggapan, penafsiran, pendapat, penilaian, pandangan atau reaksi seseorang terhadap suatu objek yang menjadi perhatiannya. Kemudian, adapun istilah-istilah opini menurut para ahli, antara lain sebagai berikut : Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, opini adalah suatu pandangan, keputusan atau taksiran yang terbentuk di dalam pikiran mengenai suatu persoalan terntentu. Menurut Frazier Moore Opini lebih kuat dari pada sebuah kesan tetapi lebih lemah dari pada pengetahuan yang positif. Opini merupakan suatu kesimpulan yang ada dalam pikiran dan belum dikeluarkan untuk di perdebatkan. William Albig menjelaskan sebagai berikut mengenai opini : Opinion is any expression on a controversial topic. Menurut Prof. W. Doop, opini publik adalah pendapat umum yang menunjukkan sikap sekelompok orang terhadap suatu permasalahan. William Abig, Opini publik adalah ekspresi segenap anggota suatu kelompok yang berkepentingan atas suatu masalah. Abelson menyebutkan Opini mempunyai unsur pembentuk yaitu 1.Belief 2.Attitude 3.Perception Kemudian apa perbedaan dari persepsi dengan opini? Dari pemaparan di atas, dapat kita catat beberapa poin penting untuk kita dapat memahami perbedaan di antara keduanya. Persepsi hanyalah sebatas sudut pandang atau kesan dari seseorang terhadap persoalan tertentu sedangkan opini merupakan pendapat yang dinyatakan oleh seseorang atas persoalan tertentu. Persepsi memiliki hubungan erat dengan opini, persepsi merupakan salah satu unsur pembentuk opini seseorang. Secara sederhana, persepsi adalah apa yang dipikirkan seseorang dan opini adalah apa yang diungkapkan seseorang. 2.3 Hubungan antara tanggapan dan persepsi Persepsi merupakan proses pengenalan suatu objek melalui aktifitas sejumlah pengindraan yang disatukan dan di koordinasikan dalam pusat syaraf yang lebh tinggi ( Engel, 1995). Jadi persepsi didefinisikan sebagai proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan impresi sensorisnya supaya dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya. Menurut Wexley (1992), seseorang memberikan reaksi atau tanggapan sesuai persepsi dirinya terhadap dunianya daripada kondisi-kondisi objektif dimana sebenarnya mereka berada. Sudjana (1995) menyatakan bahwa reaksi dari persepsi terhadap suatu stimulus/rangsangan dapat terjadi dalam bentuk;  Penerimaan (receiving/attending) yaitu semacam kepekaan menerima stimulus dalam bentuk masalah, situasi dan gejala. Tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala/rangsangan.  Jawaban ( respon) yaitu reaksi yang diberikan seseorang terhadap seseorang stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi,perasaan, dan kepuasan dalam menerima stimulus dari luar dirinya.  Penilaian ( valuing) yaitu berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterima, termasuk kesediaan menerima pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan nilai tersebut.  Organisasi yaitu perkembangan dari nilai kedalam suatu sistem organisasi termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai lain, pemanfaatan, dan prioritas nilai yang dimilikitermasuk kondep tentang nilai dan organisasisistem nilai.  Karakteristik nilai/internalisasinilai yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang dimiliki seseorangyang memengaruhi nilai dan karakteristiknya. Terbentukny a persepsi pada setiap orang bersifat subjektif. Persepsi juga dapat terjadi pada diri penderita penyakit malaria, dimana penderita penyakit malaria menginterpretasikansuatu objek atau suatu aktifitas yang mereka rasakan selama mengalami penyakit malaria. Subjektifitas tersebut akan membentuk persepsi penderita menjadi baik atau buruk berdasarkan pengalaman kognitif yang diterimanya. Baik buruknya persepsi tersebut juga merupakan tanggapan yang diberikan penderita sebagai implikasi interaksi pengalaman yang terjadi. Konsepsi persepsi tampaknya masih dalam tataran kognitif sehingga memang apresiasinya masih memerlukan wujud yang nyata. 2.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi Pada dasarnya ada 2 faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu; 2.4.1 Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain : • Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda. • Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek. • Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat. • Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya. • Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas. • Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat. 2.4.2 Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari linkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah : • Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi. • Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit. • Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian. • Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi. • Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam. BAB 3 PENUTUP 3.1 kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut;  Persepsi adalah suatu penelitian bagaimana manusia mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts( persepts adalah hasil dari proses perceptual) objek dan bagaimana manusia itu selanjutnya menggunakanpercepts itu untuk mengenali dunia. Dapat dikatan bahwa persepsi adalah hasil pengamatan manusia dengan dunia luarnya sehingga manusia dapat memberikan pemahaman atau pengertian terhadap hasil pengamatannya tersebut.  Tanggapan adalah suatu bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan.  Menurut Wexley (1992), seseorang memberikan reaksi atau tanggapan sesuai persepsi dirinya terhadap dunianya daripada kondisi-kondisi objektif dimana sebenarnya mereka berada.  Persepsi hanyalah sebatas sudut pandang atau kesan dari seseorang terhadap persoalan tertentu sedangkan opini merupakan pendapat yang dinyatakan oleh seseorang atas persoalan tertentu. Persepsi memiliki hubungan erat dengan opini, persepsi merupakan salah satu unsur pembentuk opini seseorang. Secara sederhana, persepsi adalah apa yang dipikirkan seseorang dan opini adalah apa yang diungkapkan seseorang. DAFTAR PUSTAKA  Drs. H fauji Ahmad, psikologi umum, pustaka setia, Bandung, 2004.  J.s werner dan james w tanhard J R, teori komunikasi, jakarta; 2011; kencana  http:// wikipedia.org/wik. Teori perkembangan kognitif.  http://akhmadsudrajat.wordprees.com/ perkembangan kognitif

KOMPETENSI PEDAGOGIK YANG BERKAITAN DENGAN APEK MORAL, SOSIAL DAN LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA

KOMPETENSI PEDAGOGIK YANG BERKAITAN DENGAN APEK MORAL, SOSIAL DAN LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA Tugas Tafsir 2 Dosen Penguji ; Prof. Dr. Bahrudin Hasyim M.Ag Di Susun Oleh ; Mukhammad ‘Alwi 11214210186 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR TAHUN 2012-2013 KATA PENGANTAR بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين أما بعد Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih (didalam dunia) lagi Maha Penyayang (didalam akhirat). Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya dari Allah SWT, Tuhan pemilik alam semesta ini yang mempunyai hak untuk di ibadahi dan jangan sampai kita menyekutukan_Nya dengan sesuatu apapun. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW yang membawa risalah yang benar dari Allah SWT dan menuntun kita dari kegelapan hingga terang benderang sampai saat ini. Semoga kita selalu mengikuti sunah-sunah Beliau agar tidak tersesat. Aamiin. Alhamdulillah atas izin Allah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Dalam kesempatan ini, kami ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Orangtua yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materi. 2. Prof. Dr. Bahrudin Hasyim M.Ag selaku dosen mata kuliah Tafsir 2 3. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam semester 4.b yang menemani di kala suka maupun duka. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Kita sebagai manusia hanya dapat berusaha sebaik mungkin. Begitu pula dengan penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih amat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari pihak manapun akan saya terima dengan lapang dada demi penyempurnaan di waktu yang akan datang. Bogor, juni 2013 Penyusun. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii PEMBAHASAN BAB I 1 1. Rumusan 2. Pengertian Etnis/Suku dan berbangsa-bangsa 3. Sebaik-baiknya makhluk 4. Kefasikkan dan ketakwaan 5. Kebaikan dan kejahatan PENUTUP BAB II 1. Kesimpulan BAB 1 PEMBAHASAN 1. Rumusan masalah a. Beberapa suku yang besar, beberapa bangsa ; شُعُوْبًا ? b. Bersuku-suku ; قَبَا ئِلُ ? c. Sebaik-baiknya makhluk ;   ? d. (jalan) kefasikan dan ketakwaannya ;  ? e. tidaklah sama kebaikan dan kejahatan ;    ? 2. Pengertian Etnis/Suku dan berBangsa-bangsa Dalam pengertiannya kata etnis memang sulit untuk didefinisikan karena hampir mirip dengan istilahetnik seperti di kutip dari smartpsikologi.blogspot.com disana di jelaskan bahwa istilah etniksendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok, namun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etnis itu sama artinya denganetnik, dan pengertiannya dalam KBBI sendiri sebagai berikut: “et•nik /étnik/ a Antr bertalian dng kelompok sosial dl sistem sosial atau kebudayaan yg mempunyai arti atau kedudukan tertentu krn keturunan, adat, agama, bahasa, dsb; etnis” Sementara itu pengertian dari etnik dari berbagai sumber ialah adalah:  Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan istilah etniik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Suku – suku yang tersebar di Indonesia merupakan warisan sejarah bangsa, persebaran suku bangsa dipengaruhi oleh factor geografis, perdagangan laut, dan kedatangan para penjajah di Indonesia. perbedaan suku bangsa satu dengan suku suku yang lain di suatu daerah dapat terlihat dari ciri-ciri berikut ini.  Ciri-Ciri perbedaan antar suku a) Tipe fisik, seperti warna kulit, rambut, dan lain-lain. b) Bahasa yang dipergunakan, misalnya Bahasa Batak, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain-lain. c) Adat istiadat, misalnya pakaian adat, upacara perkawinan, dan upacara kematian. d) Kesenian daerah, misalnya Tari Janger, Tari Serimpi, Tari Cakalele, dan Tari Saudati. e) Kekerabatan, misalnya patrilineal(sistem keturunan menurut garis ayah) dan matrilineal(sistem keturunan menurut garis ibu). f) Batasan fisik lingkungan, misalnya Badui dalam dan Badui luar.  Faktor lingkungan geografis yang menyebabkan keanekaragaman suku bangsa • Negara kita berbentuk kepulauan. Penduduk yang tinggal di satu pulau terpisah dengan penduduk yang tinggal di pulau lain. Penduduk tiap pulau mengembangkan kebiasaan dan adat sendiri. Dalam waktu yang cukup lama akan berkembang menjadi kebudayaan yang berbeda. • Perbedaan bentuk muka bumi, seperti daerah pantai, dataran rendah, dan pegunungan. Penduduk beradaptasi dengan kondisi geografis alamnya. Adaptasi itu dapat terwujud dalam bentuk perubahan tingkah laku maupun perubahan ciri fisik. Penduduk yang tinggal di daerah pegunungan misalnya, akan berkomunikasi dengan suara yang keras supaya dapat didengar tetangganya. Penduduk yang tinggal di daerah pantai atau di daerah perairan akan mengembangkan keahlian menangkap ikan, dan sebagainya. Perubahan keadaan alam dan proses adaptasi inilah yang menyebabkan adanya keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. Besar kecilnya suku bangsa yang ada di Indonesia tidak merata. Suku bangsa yang jumlah anggotanya cukup besar, antara lain suku bangsa Jawa, Sunda, Madura, Melayu, Bugis, Makassar, Minangkabau, Bali, dan Batak. Biasanya suatu suku bangsa tinggal di wilayah tertentu dalam suatu provinsi di negara kita. Namun tidak selalu demikian. Orang Jawa, orang Batak, orang Bugis, dan orang Minang misalnya, banyak yang merantau ke wilayah lain. Allah Swt. berfirman: Yâ ayyuhâ an-nâs innâ khalaqnâkum min dzakar wa untsâ (Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan). Al-Jazairi menyatakan, seruan ini merupakan seruan terakhir dalam surat al-Hujurat. Dibandingkan dengan seruan-seruan sebelumnya yang ditujukan kepada orang-orang beriman, seruan ini lebih umum ditujukan kepada seluruh manusia (an-nâs). Pertama: Allah Swt. mengingatkan manusia tentang asal-usul mereka; bahwa mereka semua adalah ciptaan-Nya yang bermula dari seorang laki-laki dan seorang perempuan (min dzakar wa untsâ). Menurut para mufassir, dzakar wa untsâ ini maksudnya adalah Adam dan Hawa. Seluruh manusia berpangkal pada bapak dan ibu yang sama, karena itu kedudukan manusia dari segi nasabnya pun setara. Konsekuensinya, dalam hal nasab, mereka tidak boleh saling membanggakan diri dan merasa lebih mulia daripada yang lain. Firman Allah Swt., Inna khalaqnâkum min dzakar wa untsâ, menegaskan bahwa tidak ada keunggulan seseorang atas lainnya disebabkan perkara sebelum kejadiannya. Dari segi bahan dasar (asal-usul), mereka semua berasal dari orangtua yang sama, yakni Adam dan Hawa. Dari segi pembuatnya, semua diciptakan oleh Zat yang sama, Allah Swt. Jadi, perbedaan di antara mereka bukan karena faktor sebelum kejadiannya, namun karena faktor-faktor lain yang mereka peroleh atau mereka hasilkan setelah kejadian mereka. Perkara paling mulia yang mereka hasilkan itu adalah ketakwaan dan kedekatan mereka kepada Allah Swt. Selanjutnya Allah Swt. berfirman: Waja‘alnâkum syu’ûb[an] wa qabâ`il[an] lita’ârafû (dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal). Kata syu‘ûb (jamak dari sya‘b) dan qabâ'il (jamak dari qabîlah) merupakan kelompok manusia yang berpangkal pada satu orangtua (keturunan). Sya‘b adalah tingkatan paling atas, seperti Rabi‘ah, Mudhar, al-Aws, dan al-Khajraj. Tingkatan di bawahnya adalah qabîlah, seperti Bakr dari Rabi‘ah, dan Tamim dari Mudhar. Ke bawahnya masih ada empat tingkatan, yakni: al-imârah, seperti Syayban dari Bakr, Daram dari Tamim, dan Quraysy; al-bathn, seperti Bani Luay dari Qurays, Bani Qushay dari Bani Makhzum; al-fakhidz, seperti Bani Hasyim dan Bani Umayyah dari Bani Luay; dan tingkatan terendah adalah al-fashîlah atau al-‘asyîrah, seperti Bani Abd al-Muthallib. Jumlah manusia akan terus berkembang hingga menjadi banyak suku dan bangsa yang berbeda-beda. Ini merupakan sunatullah. Manusia tidak bisa memilih agar dilahirkan di suku atau bangsa tertentu. Karenanya, manusia tidak pantas membanggakan dirinya atau melecehkan orang lain karena faktor suku atau bangsa. Ayat ini menegaskan, dijadikannya manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah untuk saling mengenal satu sama lain (lita’ârafû). Menurut al-Baghawi dan al-Khazin, ta‘âruf itu dimaksudkan agar setiap orang dapat mengenali dekat atau jauhnya nasabnya dengan pihak lain, bukan untuk saling mengingkari. Berdasarkan ayat ini, Abd ar-Rahman as-Sa’di menyatakan bahwa mengetahui nasab-nasab merupakan perkara yang dituntut syariat. Sebab, manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku memang untuk itu. Karena itu, seseorang tidak diperbolehkan menasabkan diri kepada selain orangtuanya. Dengan mengetahui nasab, berbagai hukum dapat diselesaikan, seperti hukum menyambung silaturahmi dengan orang yang memiliki hak atasnya, hukum pernikahan, pewarisan, dan sebagainya. Di samping itu, taaruf juga berguna untuk saling bantu. Dengan saling bantu antar individu, bangunan masyarakat yang baik dan bahagia dapat diwujudkan. Setelah menjelaskan kesetaraan manusia dari segi penciptaan, keturunan, kesukuan, dan kebangsaan, Allah Swt. menetapkan parameter lain untuk mengukur derajat kemulian manusia, yaitu ketakwaan. Kadar ketakwaan inilah yang menentukan kemulian dan kehinaan seseorang: Inna akramakum ‘inda Allâh atqâkum. Mengenai batasan takwa, menurut pendapat yang dikutip al-Khazin, ketakwaan adalah ketika seorang hamba menjauhi larangan-larangan; mengerjakan perintah-perintah dan berbagai keutamaan; tidak lengah dan tidak merasa aman. Jika khilaf dan melakukan perbuatan terlarang, ia tidak merasa aman dan tidak menyerah, namun ia segera mengikutinya dengan amal kebaikan, menampakkan tobat dan penyesalan. Ringkasnya, takwa adalah sikap menetapi apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang. Banyak ayat dan hadis yang juga menjelaskan bahwa kemuliaan manusia didasarkan pada ketakwaan semata. Rasulullah saw. pernah bersabda: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ ِلأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى. أَبَلَّغْتُ؟ Wahai manusia, ingatlah bahwa sesungguhnya Tuhan kalian satu, bapak kalian juga satu. Tidak ada kelebihan orang Arab atas orang non-Arab, orang non-Arab atas orang Arab; tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, orang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah, kecuali dengan ketakwaan. Apakah saya telah menyampaikan? (H.R Ahmad). Ayat ini diakhiri dengan firman-Nya: Inna Allâh ‘alîm[un] khabîr[un](Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal). Penyebutan dua sifat Allah Swt. di akhir ayat ini dapat mendorong manusia memenuhi seruan-Nya. Dengan menyadari bahwa Allah Swt. mengetahui segala sesuatu tentang hamba-Nya, lahir-batin, yang tampak maupun yang tersembunyi, akan memudahkan baginya melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya 3. Sebaik-Baiknya makhluk Demi buah Tin dan buah Zaitun, dan demi bukit Sinai dan demi kota Mekah ini yang aman. Di dalam ayat ini Allah bersumpah : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”  Allah SWT telah bersumpah dengan empat hal bahwa manusia itu sebaik-baik makhluk 1. Demi buah Tin 2. Demi buah Zaitun 3. Demi bukit Sinai 4. Demi kota Mekah yang aman  Manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk Mengenai penciptaan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat yang luar biasa beserta potensi yang dimikilinya, dalam hal ini disebutkan dalam surat At-Tin yang memiliki 8 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al-Buruuj. Nama At-Tin ini mempunyai makna yaitu buah Tin. Yang dimaksud dengan “Tin” oleh sebagian ahli tafsir ialah tempat tinggal nabi Nuh. Yaitu damaskus yang banyak tumbuh pohon Tin dan Zaitun ialah Baitul Maqdis yang banyak ditumbuhi buah Zaitun. Setelah Allah bersumpah atas empat hal dalam ayat sebelumnya 1-3, maka kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” . Kata لقد خلـقـناô bermakna dan kami menciptakan. Kata kami disini sering digunakan oleh para raja sebagai kata ganti mereka. Begitu juga Allah menggunakan kata-kata kami sebagai pengganti nama diri-Nya. Jadi kata خلقـنا menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan selain Allah swt dalam penciptaan Manusia . Prosesi terjadinya manusia yang diciptakan langsung oleh Allah dari tanah hanyalah Adam as selain itu Siti Hawa (isteri Adam) yang diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam as. Di tempat lain Allah menegaskan bahwa dia adalah Ibu bapak manusia. Selain daripada penyebutan bahwa manusia sebagai sebaik-baiknya bentuk juga manusia di ciptakan lebih baik daripada makhluk-makhluk yang lain. Sehingga manusia sering disebut sebagai khalifah di muka bumi ini yang diamanahi alam raya ini. Mengenai manusia diciptakan lebih baik daripada makhluk yang lain terdapat dalam surat Al-Isra’ 70 yang berbunyi :                    70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. “dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. Yang kemudian penjelasan dari surat At-Tin ayat 4. Kata تقو يم berasal dari kata قومqawama kemudian menjadi قائمة qaimah, استقامه istiqomah, اقيمو aqimu dan sebagainya, yang kesemuanya menunjukkan kesempurnaan sesuatu yang sesuai dengan obyeknya. Diatas telah disebutkan mengenai adanya peran ibu bapak dalam kejadian anak-anaknya. Dari sini dikemukakan bahwa supaya berhati-hati didalam memilih pasangan hidup (pendamping), adakalanya dipilih dulu keluarga dan keturunannya, seperti dalam istilah jawa yaitu Bibit, Bebet dan Bobot. Dari sini ditemukan sekian banyak petunjuk agama yang berkaitan dengan hal ini, seperti sabda Nabi saw : “pilih-pilihlah tempat menumpahkan benihmu (sperma), karena sesungguhnya gen (bawaan bapak dan ibu) menurun (kepada anak).” Beliau juga bersabda : “berhati-hatilah terhadap qadra’ ad-diman (tumbuhan yang terlihat segar, hijau tetapi membahayakan).” Para sahabat bertanya”Apakah itu?” beliau menjawab: wanita yang cantik (pemuda yang gagah) dari keturunan yang bejat. Firman-Nya bahwa manusia diciptakan dalam bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, tidak harus dipahami bahwa manusia adalah semulia mulia makhluk Allah. Ini bukan saja karena di tempat lain manusia hanya dilukiskan : وفضلنا هم على كثير تفضيلا “kami mengutamakan mereka atas banyak yakni bukan semua dari makhluk-makhluk yang kami ciptakan dengan pengutamaan yang besar” (Q.S al-Isra’ 70) Di sisi lain Allah pun menyatakan bahwa : “yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah”. Atas dasar itu penciptaan manusia dalam bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya dalam arti yang sebaik-bainya dalam fungsinya sebagai hamba Allah dan Khalifah di bumi dan Makhluk lain pun sebaik-baiknya sesuai fungsi masing-masing.  Kelebihan-kelebihan manusia dari Makhluk yang lain Manusia memang makhluk ciptaan Allah yang diberikan bentuk yang sangat mulia dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia dijadikan sebagai khalifah dimuka bumi dan memiliki kelebihan-kelebihan yang lainnya: a. Diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya Mengenai manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya terdapat dalam surat At-Tin ayat 4 yang berbunyi : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Hal itu untuk menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan proses kejadian adam as. Karena itupulalah keunikan manusia dapat dilihat dari struktur tubuh, bentuk muka, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwa, mekanisme yang timbul dalam jiwa serta proses pertumbuhanya melalui tahap-tahap tertentu. b. Potensi untuk mengetahui benda-benda dan fungsi-fungsi benda itu. Manusia merupakan manusia yang memiliki kemampuan untuk menganalisa kegunaan sebuah benda, menyusun konsep, mengemukakan pendapat, dan mengembangkan gagasan serta melaksanakannya. c. Manusia diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi ini Manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 30;                      •          30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Maksud dari kata khalifah diatas adalah sebagai pemimpin dan mengurus alam semesta seperti apa yang dituntunkan oleh Allah. Didalam menjalankan perintah-Nya manusia diuji, apakah dia akan melaksanakan tugasnya dengan baik atau sebaliknya. Ketika mengurus dan menjadi khalifah di muka bumi ini dengan baik dan sesuai syari’at agama maka akan mendapat riho-Nya, dan sebaliknya ketika menjadi pemimpin dengan buruk maka akan mendapatkan laknat dari Allah swt. d. Mempunyai akal, perasaan dan kemauan. Dengan akal dan kehendak manusia akan dapat tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi Muslim. Dengan akal pula manusia tidak tunduk, tidak patuh dan ingkar janji yang kemudian mengakibatkan mengingkari Allah swt, karena itu ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 29. Yang artinya:                •                  “dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” e. Manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk Mengenai penciptaan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat yang luar biasa beserta potensi yang dimikilinya, dalam hal ini disebutkan dalam surat At-Tin yang memiliki 8 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al-Buruuj. Nama At-Tin ini mempunyai makna yaitu buah Tin. Yang dimaksud dengan “Tin” oleh sebagian ahli tafsir ialah tempat tinggal nabi Nuh. Yaitu damaskus yang banyak tumbuh pohon Tin dan Zaitun ialah Baitul Maqdis yang banyak ditumbuhi buah Zaitun. Setelah Allah bersumpah atas empat hal dalam ayat sebelumnya 1-3, maka kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Kata لقد خلـقـناô bermakna dan kami menciptakan. Kata kami disini sering digunakan oleh para raja sebagai kata ganti mereka. Begitu juga Allah menggunakan kata-kata kami sebagai pengganti nama diri-Nya. Jadi kata خلقـنا menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan selain Allah swt dalam penciptaan Manusia. Prosesi terjadinya manusia yang diciptakan langsung oleh Allah dari tanah hanyalah Adam as selain itu Siti Hawa (isteri Adam) yang diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam as. Di tempat lain Allah menegaskan bahwa dia adalah Ibu bapak manusia. Selain daripada penyebutan bahwa manusia sebagai sebaik-baiknya bentuk juga manusia di ciptakan lebih baik daripada makhluk-makhluk yang lain. Sehingga manusia sering disebut sebagai khalifah di muka bumi ini yang diamanahi alam raya ini. Mengenai manusia diciptakan lebih baik daripada makhluk yang lain terdapat dalam surat Al-Isra’ 70 yang berbunyi :                    70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. Yang kemudian penjelasan dari surat At-Tin ayat 4. Kata تقو يم berasal dari kata قوم qawama kemudian menjadi قائمة qaimah, استقامه istiqomah, اقيمو aqimu dan sebagainya, yang kesemuanya menunjukkan kesempurnaan sesuatu yang sesuai dengan obyeknya. Diatas telah disebutkan mengenai adanya peran ibu bapak dalam kejadian anak-anaknya. Dari sini dikemukakan bahwa supaya berhati-hati didalam memilih pasangan hidup (pendamping), adakalanya dipilih dulu keluarga dan keturunannya, seperti dalam istilah jawa yaitu Bibit, Bebet dan Bobot. Dari sini ditemukan sekian banyak petunjuk agama yang berkaitan dengan hal ini, seperti sabda Nabi saw : “pilih-pilihlah tempat menumpahkan benihmu (sperma), karena sesungguhnya gen (bawaan bapak dan ibu) menurun (kepada anak).” Beliau juga bersabda : “berhati-hatilah terhadap qadra’ ad-diman (tumbuhan yang terlihat segar, hijau tetapi membahayakan).” Para sahabat bertanya”Apakah itu?” beliau menjawab: wanita yang cantik (pemuda yang gagah) dari keturunan yang bejat. Firman-Nya bahwa manusia diciptakan dalam bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, tidak harus dipahami bahwa manusia adalah semulia mulia makhluk Allah. Ini bukan saja karena di tempat lain manusia hanya dilukiskan : وفضلنا هم على كثير تفضيلا “kami mengutamakan mereka atas banyak yakni bukan semua dari makhluk-makhluk yang kami ciptakan dengan pengutamaan yang besar” (Q.S al-Isra’ 70) 4. Kefasikkan dan Ketakwaan Pilihlah Jalan Ketaqwaan dan Jangan Memilih Jalan Kefasikan, Nescaya Allah Akan Mensucikan Jiwamu Dan Dibersihkan Dari Kekotoran فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا Allah berfirman (maksudnya):"maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (As-Syam 91:8-10) Ibnu Kathir menafsirkan firman Allah swt dalam ayat ini (maksudnya):"maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya",yakni memberi penjelasan kepada jiwa itu,mana jalan menuju kejahatan dan mana jalan menuju ketaqwaan. Maksudnya,Allah menampakkan hal itu kepada jiwa tersebut dan memudahkannya kepada apa yang telah Dia tetapkan untuknya. Ibnu 'Abbas menafsirkan ayat,"maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya" yakni Allah menjelaskan kepada jiwa itu tentang kebaikan dan kejahatan (Ath-Thabari(XXIV/454). Juga Mujahid, Qatadah, adh-Dhahhak dan ats-Tsauri, menafsirkannya demikian (Ath-Thabari(XXIV/455). Sa'id bin Jubair berkata,"Maksudnya Allah mengilhamkan kepada jiwa itu,kebaikan dan kejahatan." Ibnu Zaid berkata,"Allah menanamkan kejahatan dan ketaqwaan didalam jiwa" (Ath-Thabari(XXIV/455). Ibnu Kathir menafsirkan dengan mengatakan, "Ada kemungkinan makna nya ialah: Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya dengan ketaatan kepada Allah swt".Ini seperti yang dikatakan oleh Qatadah, "Dan ia membersihkan dirinya dari akhlak yang hina dan rendah". Pendapat seperti itu juga diriwayatkan oleh Mujahid, 'Ikrimah, dan Sa'id bin Jubair, tentang ayat, "dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya", Ibnu Kathir menafsirkan "yakni mengotori jiwa mereka.Maksud nya mereka membiarkan dan menjerumuskan jiwanya dengan menjauhkannya dari petunjuk,sehingga ia berbuat maksiat dan tidak mentaati Allah swt" Boleh jadi juga maknanya ialah: Sungguh beruntung orang yang disucikan jiwanya oleh Allah,dan sungguh merugi orang yang jiwanya dibiarkan kotor oleh Allah swt,Ini sebagaimana pendapat al-'Aufi dan 'Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu 'Abbas ra. Ath-Thabari meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra,ia berkata, "Apabila Rasulullah membaca ayat ini, "Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya" Beliau berhenti, kemudian berdo'a: اللهم آت نفسي تقواها أنت وليها و مولاها وخير من زكاها "Ya Allah,limpahkanlah ketaqwaan kepada jiwaku ini.Engkaulah Pemiliknya dan perlindungnya,dYa Allah,limpahkan an Engkaulah sebaik-baik Dzat yang menyucikannya" (Ath-Thabari (XI/106) اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَعِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَدَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَ "Ya Allah,sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan,dari kepikunan (sangat uzur disebabkan oleh tua) dan sifat penakut,dari sifat kikir dan azab kubur.Ya Allah,limpahkanlah ketaqwaan kepada jiwaku ini.Dan sucikanlah ia.Engkaulah sebaik-baik Dzat yang menyucikannya.Engkaulah pemiliknya dan pelindungnya.Ya Allah,sungguh aku berlindung kepadaMu dari hati yang tidak khusyu',dari jiwa yang tidak kenyang (dari merasa puas) dan dari ilmu yg tidak bermanfaat,serta dari do'a yang tidak dikabulkan" Zaid berkata, "Rasulullah saw mengajarkan do'a tersebut kepada kami,dan kami pun mengajarkannya kepada kalian" (HR Ahmad no.19308 dan juga diriwayatkan oleh Muslim no.2722) 5. Kebaikan dan Kejahatan a. QS. Al-An’am : 160 Pada suatu waktu Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barang siapa berpuasa tiga hari pada tanggal purnama di setiap bulan, berarti dia telah berpuasa setahun penuh”. Pada suatu ketika yang lain rasulullah SAW juga pernah bersabda: “Shalat Jum’at sampai dengan Jum’at berikutnya adalah merupakan tebusan dosa (kafarat), bahkan ditambah tiga hari sesudahnya”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 160 dari surah al-An’am sebagai dukungan dan membetulkan apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW. (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Thabrani dari Hisyam bin Martsad dari Muhammad bin Isma’il dari ayahnya dari Dhamdham bin Zar’ah dari Syuraih bin Ubaid dari abi Malik al-Asy’ari) Ayat yang dimaksud yaitu : 160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Ayat ini menjelaskan bahwa pembalasan Allah SWT. sungguh adil, yakni barang siapa diantara manusia yang datang membawa amal yang baik, yakni berdasar iman yang benar dan ketulusan hati, maka baginya pahala sepuluh kali lipatnya yakni sepuluh kali lipat amalnya sebagai karunia dari Allah SWT; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang buruk maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, itu pun jikalau allah menjatuhkan sanksi atasnya, tetapi tidak sedikit keburukan hamba yang dimaafkannya. Kalau allah menjatuhkan sanksi, maka itu sangat adil, dan dengan demikian mereka yakni yang melakukan kejahatan itu sedikitpun tidak dianiaya tetapi masing-masing akan memperoleh hukuman setimpal dengan dosanya. Adapun yang berbuat kebajikan, maka bukan saja mereka tidak dianiaya, bukan juga mereka diberi ganjaran yang adil, tetapi mereka mendapat anugerah dari Allah SWT. Ayat ini memerintahkan kita supaya memperbanyak berbuat baik. Artinya ialah barang siapa yang dating kepada Allah di hari kiamat dengan sifat-sifat yang baik, maka ia akan mendapat ganjaran atau pahala dari Allah SWT. Dan barang siapa yang nantinya menghadap Allah dengan sifat-sifat jahat yang telah tertanam dalam dirinya, maka ganjaran siksaan yang akan diterimnya adalah setimpal dengan kejahatannya. Artinya suatu kejahatan tidaklah akan dibalas dengan sepuluh kali ganda siksaan. Maka ayat ini memberikan kejelasan benar bagi kita bahwasanya sifat Rohman dan Rohim Allah lebih berpokok dari sifat murkanya Allah SWT. b. QS. An-Nisa : 79 Orang-orang munafik apabila dalam bertanam, mencari rezeki, berdagang dan dalam berkeluargabaik dari sisi sanak kerabat maupun anak-anaknya mendapat kebaikan, maka mereka mengatakan bahwa semua itu datang dari Allah SWT. Sebaliknya, kalau mereka mendapat musibah, baik dalam mencari rezeki maupun dalam keluarga selalu menyalah-nyalahkan Rasulullah SAW. Muhammad sebagai penyebab datangnya musibah. Hal itu mereka lakukan karena dalam lahiriyahnya mereka cinta dan tunduk kepada Rasulullah SAW. Tetapi dalam batinnya sangat benci terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat ke-78 dan ke-79 dari surah an-Nisa sebagai ketegasan, bahwa semua itu datang dari Allah. Musibah datang bukan karena mengikuti ajaran Muhammad, dan bukan pula Muhammad penyebabnya. Tetapi atas kehendak Allah SWT, dimaksudkan sebagai ujian bagi mereka. (HR. Abu Aliyah dari Suddi) Surah an-Nisa ayat 79 yaitu : 79. Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi. Ayat ini menegaskan sisi upaya manusia yang berkaitan dengan sebab dan akibat. Hukum-hukum alam dan kemasyrakatan cukup banyak dan beraneka ragam. Dampak baik dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah melalaui hukum-hukum tersebut, manusia diberi kemampuan memilah dan memilih, dan masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah dan larangan-Nya menghendaki, bahkan menganjurkan kepada manusia agar meraih kebaikan dan nikmat-Nya, karena itu ditegaskan-Nya bahwa, apa saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad dan semua manusia, adalah dari Allah, yakni Dia yang mewujudkan anugerah-Nya, dan apa saja bencana yang menimpamu, engkau wahai Muhammad dan siapa saja selain kamu, maka bencana itu dari kesalahan dirimu sendiri, karena Kami mengutusmu tidak lain hanya menjadi Rasul untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan Allah kepada segenap manusia, kapan dan di mana pun mereka berada. Kami mengutusmu hanya menjadi Rasul, bukan seorang yang dapat menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan karena terjadinya bencana atau keburukan pada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan Rasul. Kalaulah mereka menduga demikian, biarkan saja. Dan cukuplah Allah menjadi saksi atas kebenaranmu. Ayat diatas secara redaksional ditujukan kepada Rasulullah saw., tetapi kandungannya terutama ditujukan kepada mereka yang menyatakan bahwa keburukan bersumber dari Nabi atau karenakesialan yang menyertai beliau. Pengarahan redaksi ayat ini kepada Nabi membuktikan bahwa kalau beliau yang sedemikian dekat dengan kedudukannya di sisi Allah serta sedemikian kuat ketakwaannya kepada Allah tetap tidak dapat luput dari sunnatullah dan takdir-Nya, maka tentu lebih-lebih yang lain. Allah tidak membedakan seseorang dari yang lain dalaqm hal sunnatullah ini. Setiap kebaikan yang diperoleh oleh orang mukmin, sesungguhnya berasal dari karunia dan kemurahan Allah, di ayat ini ada dua hal yang perlu diketahui : • Bahwa segala sesuatu yang berasal dari sisi Allah, dalam arti bahwa Dialah yang menciptakan segala sesuatu dan menggariskan aturan-aturan. • Manusia terjerumus kedalam keburukan tidak lain disebabkan dia lalai untuk mengetahui sunnah-sunnah. Sesuatu dikatakan buruk, sebenarnya disebabkan oleh tindakan manusia itu sendiri. Berdasarkan pandangan ini, maka kebaikan berasal dari karunia Allah secara mutlak, dan keburukan berasal dari diri manusia sendiri secara mutlak. Masing-masing dari dua kemutlakan ini mempunyai posisi pembicaraan tersendiri. Telah banyak dasar yang menyatakan bahwa ketaatan kepada Allah merupakan salah satu sebab mendapatkan nikmat, dan bahwa kedurhakaaan kepadanya merupakan salah satu jalan yang mendatangkan kesengsaraan. Ketaatan kepadanya adalah mengikuti sunnah-sunnah-Nya dan menggunakan jalan-jalan yang telah diberi-Nya pada tempat mestinya. “Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia”. Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan ajaran Allah. Dia tidak mempunyai urusan dan campur dalam perkara kebaikan dan keburukan yang menimpa manusia, karena beliau diutus menyampaikan ajaran menyampaikan hidayah. “Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. Sesungguhya rasul diutus kepada seluruh umat manusia hanya sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, bukan sebagai orang yang berkuasa atau untuk mengubah dan mengganti aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. c. QS. Hud : 114 Imam Tarmidzi dan lain-lainnya telah meriwayatkan sebuah hadits melalui Abu Yusr yang telah menceritakan, aku kedatangan seorang wanita yang mau membuli buah korma. Lalu aku katakan kepadanya, bahwa di dalam rumah terdapat buah-buah korma yang lebih baik daripada yang di luar. Kemudian wanita itu masuk kedalam rumah bersamaku, dan (sesampainya di dalam rumah) aku peluk dia dan kuciumi. Setelah peristiwa itu aku menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan semua kisah yang kualami itu kepadanya. Maka Nabi saw bersabda: “ Apakah engkau berani berbuat khianat seperti itu terhadap istri seorang mujahid yang sedang berjuang di jalan Allah ?”.selanjutnya Rasulullah menundukkan kepalanya dalam waktu yang cukup lama hingga Allah menurunkan ayat ke 114 dari surah Hud. 114. Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Ayat ini mengajarkan: “ dan dirikanlah shalat dengan teratur dan benar sesuai dengan ketentuan, rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang yakni pagi dan petang, atau Subuh, Dzuhur dan Ashar dan pada bagian permulaan daripada malam yaitu Maghrib dan Isya, dan juga bisa termasuk Witir dan Tahajud. Yang demikian itu dapat menyucikan jiwa dan mengalahkan kecenderungan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sesungguhnya kebajikan-kebajikan itu yakni perbuatan-perbuatan baik seperti shalat, zakat, shadakah, istighfar, dan aneka ketaatan lain dapatmenghapuskan dosa kecil yang merupakan keburukan-keburukan yakni perbuatan-perbuatan buruk yang tidak mudah dihindari manusia. Adapun dosa besar, maka itu membutuhkan ketulusan hati untuk bertaubat, permohonan ampun secara khusus dan tekad untuk tidak mengulanginya. Iitu yaknipetunjuk-petunjuk yang disampaikan sebelum ini yang sungguh tinggi nilainya dan jauh kedudukannya itulah peringatan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang siap menerimanya dan yang ingat tidak melupakan Allah. Disamping mengandung makna bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil apabila seseorang telah mengerjakan amal-amal saleh, juga mengandung makna bahwa amal-amal saleh yang dilakukan seseorang secara tulus dan konsisten akan dapat membentengi dirinya sehingga dengan mudah dia dapat terhindar dari keburukan-keburukan. Makna semacam ini sejalan juga dengan firman Allah dalam surah al-Ankabut ayat 45, yang artinya “ sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan munkar " . Dalam tafsir at-Tabari dijelaskan bahwa ada beberapa faedah yang dikandung ayat ini adalah penjelasan untuk mendirikan salat wajib. Ayat ini menjelaskan secara ringkas semua waktu shalat yang wajib. Karena kedua tepi siang mencakup shalat subuh, shalat dzuhur dan shalat ashar. Adapun bagian permulaan malam mencakup shalat maghrib dan isya. Namun Imam Ath-Thabari lebih memilih pendapat bahwa bahwa shalat pada kedua tepi siang itu maksudnya adalah shalat subuh dan maghrib. Ayat ini menjelaskan bahwa shalat termasuk diantara al-hasanat (amal saleh). Ayat ini juga menjelaskan bahwa al-Quran sebagai mau’izhan (nasihat) bagi mereka yang mengingat-ingat. Orang-orang yang ingat disebut secara khusus disini karena mereka yang mendapat manfaat dari nasihat itu.   DAFTAR PUSTAKA  Badan Wakaf. Tafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya.  Mujarrobat Lengkap.  Al-Qur’an dan terjemahnya. hlm.  Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta:Lentera Hati. 2002  Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1998.  Syhab, quraisy. Wawasan al-qur’an. hlm.  Dawam Rahardjo. Ensiklopedi Al-Qur’an. Tafsir sosial berdasarkan konsep kunci.  Al-Qur’an Tafsir dan terjemahnya.  Mudjab Mahali, ASBABUN NUZUL: Studi Pendalaman al-Quran surat al-Baqarah – an-Nas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Persada,2002.  M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-4,Jakarta: Lentera hati, 2003.  A.Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Quran, surah al-Baqarah – an-Nas,Jakarta:PT Radja Grafindo Persada,2002.  M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-2,Jakarta: Lentera hati, 2000.  Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin berikut asbabun nuzul jilid 2,bandung: sinar baru al-gensindo,2004.  M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-6,Jakarta: Lentera hati, 2002.  Kementrian agama RI, syaamil. Al-Quran miracle the reference, saygma publishing, Bandung: 2010.  M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-2,Jakarta: Lentera hati, 2000.  Syaikh Imam al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Jakarta; Pustaka Azzam,2008.  M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-4,Jakarta: Lentera hati, 2003.  M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-7,Jakarta: Lentera hati, 2002.  PT. Bima Ilmu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Surabaya: PT Bima Ilmu Offset,2003.