Minggu, 23 Maret 2014

PENYIMPANGAN ADMINISTRASI POLITIK DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

PENYIMPANGAN ADMINISTRASI POLITIK DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Tugas ini di ajukan untuk Tugas mata kuliah Metodologi Pendidikan Semester 6 Di Susun Oleh ; Mukhammad ‘Alwi 1121421036 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR 2014-2015 KATA PENGANTAR Setiap Negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan negaranya secara keseluruhan demi tercapainya kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera . untuk itu komponen-komponen suatu negara terutama pemerintah selalu melakukan usaha-usaha demi meratanya pembangunan bangsa dan negara itu sendiri . namun terkadang segala sesuatu yang telah disusun dan direncanakan tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan . banyak sekali halangan dan rintangan dalam usaha melakukan pembangunan bangsa dan negara . bahkan biasanya hambatan ini justru datang dari petinggi-petinggi negara ini . salah satu masalah terbesar negara ini yang dianggap hambatan yang paling susah diberantas adalah tindak pidana korupsi . hal inilah yang merupakan masalah terbesar Negara ini . maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia seakan menjadi ”tren” dikalangan orang-orang penting di Negara ini . korupsi tidak hanya dilakukan sebagai ajang mencari tambahan penghasilan namun terkadang ada alasan-alasan tertentu yang sulit diterima oleh masyarakat . Korupsi secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh yang begitu besar terhadap kelangsungan kehidupan rakyat Indonesia . sebagian besar rakyat Indonesia bahkan lebih dari separuhnya adalah rakyat “miskin” . sedangkan oknum-oknum itu, seenaknya merampas hak rakyat . Dalam hal ini pemerintah bekerja keras mencari penyelesaian masalah ini . oleh karena itu mulailah dibentuk lembaga-lembaga pemberantasan korupsi. Namun pada kenyataanya hal ini belumlah cukup untuk menanggulangi tindak pidana korupsi . yang dipertanyakan adalah mengapa hukuman para pelaku tindak pidana korupsi yang seperti orang “tidak berpendidikan” ini jauh lebiih ringan dibanding hukuman rakyat biasa yang sekedar mencuri ”ayam” .   BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dipublikasikan di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya. Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap,dan pikiran kita dari tindakan korupsi. Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia, yang didukung oleh masyarakat dan LSM, walaupun dampaknya masih terlalu kecil, tapi tetap kita harus berterima kasih dan bersyukur. Berbagai upaya pemberantasan korupsi dengan IPK tersebut, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi . Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upaya penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau pendekatan negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya. Selama ini yang telah dan sedang dilakukan masih terkesan parsial, dimana korupsi masih dipandang sebagai fenomena negara atau fenomena politik. Upaya pencegahan korupsi di Indonesia juga harus dilakukan melalui upaya perbaikan totalitas system ketatanegaraan dan penanaman nilai-nilai anti korupsi atau nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK), baik di pemerintahan tingkat pusat mauapun di tingkat daerah. Korupsi sebagai fenomena negara, selama ini difahami sebagai fenomena penyalahgunaan kekuasaan oleh yang berkuasa. Berdasarkan pengertian tersebut, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai kejahatan negara (state corruption). Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat negara, sehingga negara = Kekuasaan = Korupsi. Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah. Pembangunan seharusnya merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi negara, terutama negara yang termasuk dalam kelompok negara berkembang, termasuk Indonesia. Di negara berkembang yang melakukan pembangunan adalah pemerintah. Pemerintah seharusnya mengarahkan pembangunan menjadi pemberdayaan masyarakat, sehingga suatu saat masyarakat memiliki kemauan dan kemampuan memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan sendiri. Ketidakberdayaan masyarakat sering dijadikan alasan untuk membantu, bentuk dan jenis bantuan dijadikan proyek, disini pula menjadi sumber korupsi. Korupsi sebagai fenomena sosial, dalam hal ini korupsi terjadi dalam hubungan interaksi atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antara pemerintah dengan pemerintah, antara masyarakat dengan masyarakat. Sebagai fenomena sosial budaya, korupsi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok : pertama kesepakan gelap (kolusi), kedua upaya menembus kemacetan atau hambatan yang disebabkan peraturan atau oknum, dan ketiga menhgindari tanggung jawab dan berupaya agar lepas dari jeratan hukum, misalnya sogok, hadiah, uang pelican, mensponsori suatu kegiatan tertentu dengan maksud mendapatkan yang bernilai lebih, atau sering dikenal dengan "ada udang dibalik batu", dll. Korupsi sebagai fenomena budaya, dapat difahami bahwa korupsi terjadi karena sudah menjadi kebiasaan/perilaku yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang diketahui, difahami dan diyakini seseorang atau sekelompok orang. Nilai-nilai tersebut dibangun melalui proses sosialisasi dan internalisasi yang sistematis. Proses tersebut terjadi dalam lingkup pendidikan. Oleh karena itu, kami memahami bahwa suatu kebiasaan harus dimulai dari merubah mindset atau pola pikir, atau paradigma, kemudian membentuk perilaku berulang yang coba-coba dan akhirnya menjadi kebiasaan. Sosialisasi dan internalisasi nilai anti korupsi tersebut dilakukan kepada seluruh komponen masyarakat dan aparatur pemerintah di pusat dan daerah, lembaga tinggi Negara, BUMN, BUMD, sehingga nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK) menjadi gerakan nasional dan menjadi kebiasaan hidup seluruh komponen bangsa Indonesia, menuju kehidupan yang adil makmur dan sejahtera. A. Garis Besar (Benang Merah) Pemerintah harus menolak pembentukan daerah otonom baru ketika belum memenuhi syarat. Desakan DPR untuk memekarkan 19 daerah baru bisa dilihat sebagai ladang perburuan kekuasaan saja. B. Komentar 1. Dalam sistem demokrasi yang mahal, kekuasaan penting untuk mendatangan uang selanjutnya uang di gunakan untuk mendapatkan kekusaan. Terjadilah siklus Power Making Money, Money Making Power. Seperti problem di dalam artikel yang sedang di bahas di atas. 2. Harapan pemberantasan Korupsi bisa di lakukan dengan sistem lain, sebab sistem yang ada justru menjadi faktor muncul dan langgengnya korupsi. Sistem yang bisa di harapkan itu tidak lain adalah Syariah Islam. 3. Politik Islam basisnya adalah pemeliharaan urusan umat. Kekuasaan hanya jadi alat memelihara urusan umat. Hanya dengan islam, Kekuasaan dijalankan demi menjamin pemeliharaan urusan dan kemaslahatan umat. Saatnya campakkan demokrasi kapitalisme, dan terapkan syari’ah dalam bingkai khalifah Rasyidah.   Komentar ; 1. Saya teringat dengan cakapnya Marzuki Alie, ketua DPR RI : ”Orang miskin itu karena salahnya sendiri dia malas bekerja. Jadi bukan salah siapapun kalau ad orang miskin’. 2. Warga miskin, sudah di buatmenderita oleh penguasaannya masih juga disalahkan dan dianggap sebagai pemalas. Tuduhan itu hanyalah untuk terlepas tanggung jawab. 3. Kemiskinan sudah menjadi kemiskinan structural akibat penerapan system economi kapitalisme dan para penguasa, pejabat dan pegawai Korup. 4. Kemakmuran hanya bias dirasakan setiap individu rayat jika diterpakan Sistem Economi Islam daam bingai Khalifah Radhiyah, saatnya kita perjuangkan dan wujudkan.   Artikel yang di Tugaskan pada mata kuliah Metodologi Pendidikan Semester 6 Mukhammad ‘Alwi 11214210136 PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR 2014-2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar