Minggu, 23 Maret 2014

Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa pemerintahan bani Abbasyiyah merupakan puncak perkembangan pendidikan Islam di dunia. Selama pemerintahan bani Abbasyiyah, banyak bidang pendidikan Agama maupun bidang pendidikan umum yang muncul beserta tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut. Sebagaimana banyak dicatat dalam berbagai sumber sejarah, bahwa zaman dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (golden age) yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan , kebudayaan dan peradaban yag mengagumkan, yang dapat di buktikan keberadaannya baik melalui berbagai sumber informasi dan buku-buku sejarah maupun melalui pengamatan empiris di berbagai wilayah di belahan dunia. Pendidikan Islam yang sangat berkembang pada masa Bani Abbasyiyah yaitu pada pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, pendidikan Islam sangat berkembang pesat sehingga banyak ilmu-ilmu baru yang sampai saat ini terus dikembangkan, misalnya dalam ilmu umum diantaranya bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan lain-lain. Juga dalam ilmu agama diantaranya tafsir, kalam, tasawuf, dan lain-lain. Dalam makalah ini akan membahas mengenai kemajuan-kemajuan pendidikan yang dicapai pada masa pemerintahan bani Abbasiyah. Bebagai kemajuan yang dicapai dunia Islam tersebut tidak mungkin tejadi tanpa didukung oleh kemajuan dalam bidang pendidikan, karena pendidikanlah yang menyiapkan sumber daya insani yang menggerakan kemajuan tersebut.   BAB II ISI 1. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah. Popularitas daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai para ‘ulama, senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi. Berbagai informasi yang menggambarkan keadaan pendidikan di zaman Bani Abbasiyah sebagai berikut. 2. Keadaan Lembaga pendidikan Pada zaman Abbasiyah ini telah berkembang lembaga pendidikan berupa toko buku, rumah para ulama, majelis al-ilmu, sanggar kesuasastraan, observatorium, dan madrasah. Penjelasan lebih lanjut tentang berbagai lembaga pendidikan islam yang tumbuh pada zaman Abbasiyah dapat di kemukakan sebagai berikut. a. Al-Hawanit al- Warraqien (Toko Buku) Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebt mendorong lahirnya para pengarang, dan mereka mendorong lahirnya indrustri perbukuan, dan industri perbukuan mendorong lahirnya toko-toko buku yang dalam bahasa arab Al-Hawanit al- Warraqien. Di beberapa kota atau negara tersebut telah mengalami kemajuan. Toko-toko yang menjual kitab tersebu muncul pada zaman daulat Abbasiyah, kemudian menyebar dengan cepat pada setiap ibu kota dan berbagai negara Islam , bahkan di setiap sudut kota. b. Manzil al-Ulama (Rumah-rumah Para Ualma) Pelaksanaan kegiatan belajar di rumah pernah terjadi pada awal permulaan Islam , yaitu pada saat sebelumtumbuhnya masjid. Rasulullah Saw misalnya pernah menggunakan rumah Al-Arqam (Dar Al-Arqam) bin Abi Arqam sebagai tempat bertemunya para sahabat dan pengikut nabi, dan mengajar dasar-dasar agama yang baru, serta membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan. Diantara rumah yag i gunkan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah Al-RaisIbn Sina, rumah Abu Sulaiman banyak di kunjungi para ulama untuk melakuka tukar- menukar informasi (Muzakarah), berdiskusi (munazara), pada tempat yang berbeda-beda, dan Abu Sulaiman bertindak sebagai tenaga ahli yang memberikan penilaian (expert judgement). Selanjutnya rumah yang digunakan sebagai majelis ilmu yang didatangi para pelajar dan para guru untuk mematangkan ilmunya yaitu Al-Ghazali yang menerima para siswa di rumahnya itu, setelah ia berhenti bertugas sebagai guru di Madrasah Al-Nidzamiyah. c. Al-Sholun al-Adabiyah (Sanggar Sastra). Al-Sholun al-Adabiyah(Sanggar Sastra) ini mulai tumbuh sederhana pada masa Bani Umayyah kemudian berkembang pesat pada zaman Bani Abbasiyah, dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkumpulan yang ada pada zaman Khulafa’ Al-Rasyidin. Adapun sanggar sastra dibuat dengan meniru kebudayaan asing yang di ambil oleh khalifah Arab dari penguasa yang agung yng merupakan tanda penghormatan atas kekuasaannya. Dengan demkian di sanggar sastra ini terdapat ketentuan dan kode etik yang khusus. d. Madrasah Dalam sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan di masjid dan tempat lainnya. Berdirinya madrasah ini juga karena ilmu pengetahuan dan berbaai keterampilan semakin berkembang dan untuk mengerjakannya diperlukan guru yang lebih banyak, peralatan belajar mengajar yang lebih lengkap, serta pengaturan adinistrasi yang lebih tertib. Untuk menangani semua keperluan itu diperlukan madrasah. Selain itu madarasah juga didirikan dengan tujuan untuk memasyarakatkan ajaran atau paham keagamaan dan ideologi tertentu sebagaimana tejadi pada madrasah Nidzamiah. e. Perpustakaan dan observation Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang terjadi di zaman Abbasiyah, maka didirikan pula perpustakaan, observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah lainnya. Tempat-tempat ini digunakan sebagai tempat mengajar dalam artian luas yaitu kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa(student centries)i, seperti belajar memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil bekerja (learning by doing), dan inquiry (penemuan). f. Al-Ribath Secara umum al-Ribath adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan dan pengajaran bagi calon sufi. Di dalam al-Ribath tersebut terdapat berbagai ketentuan dan komponen yang terkait dengan pendidikan tasawuf. Murid padam ar-Ribath di bag sesuai tingkatannya. Mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah hingga aliyah. Adapun yang lulus diberikan pengakuan berupa ijazah. g. Az-Zawiyah Secara umum az-Zaqwiyahi berarti tempat yang berada dibagian pinggir masjid yang digunakan untuk tempat berdzikir, melakukan bimbingan wirid untuk mendapatkan kepuasan spiritual. 3. Tingkat-Tingkat Pengajaran Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu: 1. Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di took-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.[9] 2. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga musik. 3. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan: a. Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab. b. Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran 4. Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah Dalam proses belajar mengajar, metode pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya. Pada masa Dinasti abbasiyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan. a. Metode Lisan Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte (imla’)adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena denganimla’ ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki. b. Metode ceramah Metode ceramah disebut juga metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini. c. Metode Menghafal Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru. d. Metode Tulisan Metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses penguasaan ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi 5. Materi Pendidikan Pada Masa Abbasiyah Materi pendidikan dasar pada masa daulat Abbasiyah terlihat ada unsur demokrasinya, disamping materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) bagi setiap murid juga ada materi yang bersifat pillihan (ikhtiari).Hal ini tampaknya sangat berbeda dengan materi pendidikan dasar pada masa sekarang.Di saat sekarang ini materi pendidikan tingkat dasar dan menengah semuanya adalah materi wajib, tidak ada materi pilihan.Materi pilihan baru ada pada tingkat perguruan tinggi. Menurut Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam”, yang dikutip oleh Suwito menjelaskan tentang materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari)yakni, Al-Qur’an, Shalat, Do’a, Sedikit ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya yang dipelajari baru pokok-pokok dari ilmu nahwu dan bahasa arab belum secara tuntas dan detail), Membaca dan menulis Sedangkan materi pelajaran ikhtiari (pilihan) ialah; Berhitung; Semua ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya nahwu yang berhubungan dengan ilmu nahwu dipelajari secara tuntans dan detail); Syair-syair; Riwayat/ Tarikh Arab 6. Kurikulum Pendidikan Kurikulum pendidikan pada zaman Abbasiyah dari segi muatannya telah mengalami perkembangan, sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Namun dari segi susunannya atau konsepnyabelum seperti apa yang dijumpai seperti sekarang. Kurikulum pada masa itu lebih merupakan susunan mata pelajaran yang harus diajarkan pada peserta didik sesuai dngan sifat dan tingkatannya. 7. Tradisi Ilmiah dan Atmosfer Akademik Tradisi ilmiah dan atmosfer akademik yang terjadi pada zaman Abbasiyah dan masa sbelumnya adalah sebagai berikut; a. Muazakarah(Tukar Menukar Informasi) Tradisi ini dilakukan oleh para pelajar dari berbagai daerah untuk saling bertukar pikiran, pemahaman dan pengamalan sesuatu ajaran. b. Munazarah (Berdebat) Tradisi ini dilakukan oleh para pelajar dan pakar dalam bidang tertentu untuk saling menguji kedalaman ilmu, ketajaman analisis, dan kekuatan argumentasi yang dimiliki masing-masing ulama. Tradisi ini memiliki pengaruh yang kuat kepada para ilmuwan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuannya masing-masing. c. Rihlah Ilmiah Rihlah ilmiah berarti melakukan perjalanan atau pengembaraan dari suatu daerah ke daerah lain dalam rangka menuntut ilmu atau melakukan penelitian terhadap sesuatu masalah. Tradisi ini terjadi seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam dan tersebarnya para ilmuwan pada berbagai wilayah tersebut d. Penerjemahan Tradisi penerjemahan ini terjadi karena didorong oleh keingintahuan dan keperluan para ilmuwan dalam menjelaskan tentang sesuatu masalah. Khalifah Bani Abbasiyah bernama Al-Makmun sangat memberikan perhatian terhadap kegiatan penerjemahan. Ia mendirikan Bait al-Hikmah (rumah kegiatan ilmu ) untuk melakukan kegiatan penerjemahan karya-karya Yunani, India, dan Cina dan menyewa penerjemah asing, seperti, Hunain Ibn Ishak. e. Mengkoleksi Buku dan Mendirikan Perpustakaan Tradisi mengoleksi buku ini tumbuh sejalan dengan adanya tradisi penghormatan yang tinggi kepada para ilmuwan serta tradisi penghormatan yang tinggi kepada para ilmuwan serta tradisi membaca dan menulis buku. Kegiatan mengoleksi buku ini tidak hanya terjadi terjadi pada perorangan, malainkan juga secara kelembagaan. f. Membangun Lembaga Pendidikan Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan disini adalah tempat atau wadah yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan, baik yang bersifat formal, non formal maupun informal. Lembaga pendidikan tersebut seperti, berupa toko buku, rumah para ulama, majelis al-ilmu, sanggar kesusastraan, observatorium, dan madrasah. g. Melakuakn Penelitian Ilmiah Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang secara garis besar diarahkan kepada dua hal. Pertama, penelitian untuk mendapatkan temuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan atau teori. Penelitian jenis pertama ini disebut sebagai penelitian ilmiah. Kedua, penelitian untuk menerapkan teori atau kosep menjadi sebuah program atau kegiatan yang secara pragmatis mendatangkan manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik secara lahir naupun batin. Penelitian jenis kedua ini disebut sebagai penelitian terapan. h. Menulis Buku Sejalan dengan adanya tradisi meneliti yang demikian kuat dan bervariasi, maka pada zaman Abbasiyah juga muncul tradisi menulis buku. Di antara penulis penulis tersebut adalah : 1) al- Jahidz, ia di kenal sebagai seorang sastrawan terkenal yang hidup pada zaman al-Makmun dan berani menulis tanpa terikat pada tradisi lama. 2) Imam Bukhari, ia dikenal sebagai peneliti dan penulis Hadis yang mahsyur. 3) Ibn sa’id, ia mengarang buku tentang kemenangan umat islam dalam peperangan dengan judulThabaqat al-Qubra sebanyak 8 jilid. i. Memberikan Wakaf Tradisi memberikan wakaf ini terjadi antara lain ketika seseorang yang memiliki banyak harta, sedangkan tidak ada keturunan untuk merawat dan memanfaatkannya dengan baik, maka harta tersebut diserahkan kepada sebuah lembaga untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan dasar ikhlas karena Allah SWT. Selain itu, wakaf juga muncul sebagai jalan untuk menjalin kesalihan sosial dan pendekatan diri kepada Allah SWT, serta bekal pahala di akhirat. 8. Para Ilmuwan Dan Guru Sejalan dengan perkembangan lembaga pendidikan, ilmu pengetahuan dan tradisi serta atmosfer akademik., maka pada zaman Abbasiyah ini di tandai pula dengan lahirnya para ilmuwan yang sekaligus bertindak sebagai para guru. Mereka bukan hanya ahli dalam ilmu agam Islam melainkan juga ahli dalam bidang ilmu pengetahuan umum, seni dan arsitektur. Di antara para ilmuwan dan guru yang terkenal di zaman Abbasiyah adalah: a. Al-Razi (guru Ibnu Sina) Ia berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina. b. Al-Battani (Al-Batenius) Seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan. c. Al Ya’qubi Seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae. d. Al Buzjani (Abul Wafa) Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika (geometri dan trigonometri). e. Ibn Sina Ibn Sina adalah seorang mahaguru dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Dengan karya-karyanya seperti al-Qanun fi al-Thibb (Ensiklopedi Kedokteran) sebanyak tiga jilid, al-Syifa dan Al-Najah. f. Ibn Miskawih Ibn Miskawih adalah seorang guru dalam ilmu akhlak. Salah satu karyanya adalah Tahdzib al-Tahdzib. g. Ibn Jama’ah Ibn Jama’ah adalah seoarang guru dalam bidang ilmu fikih dan akhlak,Tadzkirat al-Sa’mi lil ‘Alim wa al-Muta’allim. h. Imam al-Juwaini Imam al-Juwaini adalah seorang guru dalam bidamg teologi pada Madrasah Nidzamiyah tempat Imam al-Ghazali menimba ilmu, karyanya berjudul al-Irsyad. i. Imam al-Ghazali Imam al Ghazali tel;ah tampil sebagai mahaguru di Madrasah Nidzamiah, istana, dan di masyarakat pada umumnya. Melalui karyanya yaitu Ihya’ Ulum al-Din sebanyak tiga jilid, ia telah tampil sebagai guru dalam bidang fikih dan tasawuf. Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah. Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain : 1) Ilmu Umum A. Ilmu Filsafat • Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul. • Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun. • Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H) • Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H) • Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain • Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin dan lain-lain • Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain B. Bidang Kedokteran • Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia. • Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai penterjemah bahasa asing. • Thabib bin Qurra (836-901 M) • Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin. C. Bidang Matematika • Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad. • Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0). D. Bidang Astronomi Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti : • Al Farazi : pencipta Astro lobe • Al Gattani/Al Betagnius • Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan • Al Farghoni atau Al Fragenius E. Bidang Seni Ukir Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni musik, seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan. 2) Ilmu Naqli A. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain B. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At Tarmidzi, dan lain-lain C. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali D. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H) karangannya: ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H) karangannya: Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain. E. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278). 9. Sarana pendidikan Sarana prasarana pendidikan seperti lembaga pendidikan, peralatan kegiatan penelitian dan percobaan, tersedia lebih lengkap dibanding dengan masa sebelumnya. Hal ini sejalan dengan terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan yang memerlukan peralatan khusus dalam mengajarkannya. Gedung sekolah, perkantoran, alat-alat tulis, rumah tempat tinggal bagi para guru, asrama bagi mahasiswa, ruang praktikum bagi para mahasiswa, dan berbagai sarana lainnya yang dibutuhkan tersedia dengan memadai. Ketersediaan sarana prasarana dan peralatan belajar mengajar terjadi berkat adanya perhatian yang besar dari pemerintah serta masyarakat pada umumnya terhadap masalah pendidikan 10. Pembiayain Pendidikan Sumber pembiayaan pendidikan ini berasal dari anggaran belanja pemerintah serta dari dan wakaf yang berhasil dihimpun. Dana tersebut digunakan untuk biaya hidup para guru, para pelajar, pembangunan gedung sekolah, serta pengadaan saran dan prasarana serta peralatan pendidikan lainnya. Biaya pendidikan ini dikeluarkan karena pada umumnya lembaga pendidikan yang diselenggarakan bersifat gratis, yakni dibiayai oleh pemerintah. Menurut catatan para ahli sejarah, bahwa pada setiap tahunnya, pemerintah Abbasiyah mengeluarkan dan tidak kurang dari 600.000 dinar atau setra dengan 6 miliat rupiah untuk ukuran waktu itu, atau sebanyak 6 triliun untuk ukuran waktu sekarang. 11. Manajemen Pendidikan Terjadinya kemajuan dalam sistem pendidikan Islam tidak terlepas dari adany manajemen pengelolaan pendidikan yang rapi dan tertib. Gedung-gedung sekolah dibanmgun, diatur, dipelihara, digunakan dan dikelola dengan tertib. Rumah-rumah bagi guru, dan asrama bagi para pelajar dibangun sesuai dengan rapid an tertib. Demikian pula jadwal kegiatan belajar mengajar, tugas-tugas bagi para guru dan lainnya diatur dengan baik. Hubungan antara lembaga pendidikan yang berada di pusat pemerintahan dan yang ada di daerah diatur dan dikelola dengan baik. Lembaga pendidikan tersebut dikelola oleh sebuah kementrian pendidikan. 12. Para Pelajar Para pelajar yang menimba ilmu pada zaman Abbasiyah berasal dari daerah sekitarnya serta mancanegara. Keadaan para pelajar yang demikian itu menyebabkan kota Baghdad menjadi masyarakat multi etnis dan multikultural. Interaksi antara para pelajar yang berasal dari latar belakang daerah yang berbeda-beda. Hal itu menyebabkan timbulnya atmosfer akademik dan tradisi ilmiah yang luar biasa. Keadaan ini semakin menambah suasana kegiatan intelektual makin meningkat dan mendorong proses pematang keilmuan seseorang.   BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN Dinasti Bani Abbassiyah terbentuk melalui proses perebutan kekuasaan dari Bani Umayyah. Banyak sekali faktor pendorong yang memicu dalam terbentuknya dinasti bani abbasiyah. Dinasti Abbasiyah tergolong yang paling lama berkuasa, yaitu mulai dari Abu al-Abbas Assafah di tahun 750 M sampai dengn Al-Mu’tashim di tahun 1258 M. Dalam waktu selama lebih dari lima abad tersebut kepemimpinan dinasti Abbasiyah dipegang oleh lebih dari 37 khalifah. Masa pemerintahan bani Abbasyiyah merupakan puncak perkembangan pendidikan Islam di dunia. Popularitas daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Pada masa Nabi, masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Selama pemerintahan bani Abbasiyah, banyak bidang pendidikan Agama maupun bidang pendidikan umum yang muncul beserta tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut. Seperti Al-Razi, Al-Battani, Al Ya’qubi, Al Buzjani, Ibn Sina, dan masih banyak yang lainnya. Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain ilmu umum dan ilmu naqli. Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu tingkat sekolah rendah, Tingkat sekolah menengah, dan Tingkat perguruan tinggi. Mengenai lembaga pendidikan pada masa Abbasiyah juga mengalami banyak kemajuan dalam lembaga pendidikannya seperti, toko buku, rumah para ulama, majelis al-ilmu, sanggar kesusastraan, observatorium, dan madrasah. Pada masa Dinasti abbasiyah dalam pengajarannya, metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan. Sedangkan materi Materi pendidikan dasar pada masa daulat Abbasiyah terlihat ada unsur demokrasinya, disamping materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) bagi setiap murid juga ada materi yang bersifat pillihan (ikhtiari). Kurikulum pendidikan pada zaman Bani Abbasiyah dari segi muatannya telah mengalami perkembangan, sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Namun dari segi susunan atau konsepnya belum seperti yang dijumpai di masa sekarang.   Daftar Pustaka • Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2011 • Nizar , Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta , Kencana, 2007 • Fachruddin, Fuad Mohd, Perkembangan kebudayaan Islam, Jakarta ,PT Bulan Bintang, 1985 • http://zahfizahroturrofiah.blogspot.com/2013/04/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html 2/24/2014 5:06:38 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar